Assalamu Alaikum Wr.Wb. SELAMAT DATANG KEPADA SELURUH PEJUANG SYARI'AH & KHILAFAH ........

Jumat, 31 Desember 2010

Selamatkan Indonesia Dengan Syariah Menuju Indonesia Lebih Baik (Refleksi Akhir Tahun 2010 Hizbut Tahrir Indonesia)

[Al Islam 537] TAHUN 2010 segera berakhir. Fajar tahun baru 2011 segera hadir. Sepanjang tahun 2010 banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial, budaya dan sebagainya yang telah terjadi. Terkait sejumlah peristiwa tersebut, Hizbut Tahrir Indonesia memberikan catatan sebagai berikut:
1. Demokrasi: Sistem Cacat, Menindas Rakyat.
Demokrasi di Indonesia-sekalipun mendapatkan pujian dalam Bali Democracy Forum (10/12/2010)-tidaklah memiliki wujud nyata di tengah masyarakat. Sepanjang tahun 2010, banyak tragedi yang menunjukkan dengan jelas kecacatan sistem ini. Yang paling menonjol, Indonesia dengan demokrasinya telah menempatkan diri sebagai subordinat kepentingan negara kapitalis Amerika Serikat dan sekutunya. Kunjungan Obama ke negeri ini menjadi simbol dari pola hubungan tersebut. Demikian juga perang melawan teror yang diadopsi Pemerintah Indonesia yang merupakan turunan dari GWOT (global war on terrorism)-nya AS.
Wajah buruk demokrasi terkuak. Hanya karena diberi label ‘Perang Melawan Terorisme’, sistem demokrasi kemudian membiarkan adanya penculikan, penahanan paksa dan rahasia serta penyiksaan. Korbannya semuanya Muslim. Semua itu legal hanya karena alasan demi kepentingan keamanan nasional. Sistem ini telah membuang hak asasi manusia dan prinsip-prinsip keadilan hukum. Sistem demokrasi telah menunjukkan jatidirinya yang asli: menindas rakyat.
Sistem ini pun meniscayakan perselibatan pihak penguasa dengan pengusaha. Pengusaha berkepentingan untuk mendapatkan dukungan kekuasaan demi usahanya. Sebaliknya, penguasa memerlukan dukungan (modal) pengusaha untuk meraih dan mempertahankan kekuasaannya. Walhasil, demokrasi hanyalah ‘kuda tunggangan’ bagi kedua kelompok ini, sementara rakyat hanya dijadikan obyek eksploitasi kepentingan mereka. Wajar jika banyak keputusan, kebijakan, UU atau peraturan yang dihasilkan melalui proses demokrasi nyata-nyata lebih berpihak kepada mereka ketimbang kepada rakyat. Inilah demokrasi-sebuah sistem yang cacat dan mengabaikan rakyat, yang tak layak diadopsi oleh umat Islam.

2. DPR: Fasilitas ‘Wah’, Kinerja Rendah.
Gaji setiap anggota DPR saat ini sangatlah besar. Belum lagi tunjangannya yang bermacam-macam dan rata-rata juga gede. Totalnya puluhan juta rupiah perbulan. Meski begitu, berbagai upaya tetap dilakukan untuk terus menumpuk kekayaan dan fasilitas mewah para anggota DPR. Selain usulan dana aspirasi, DPR juga berencana membangun gedung baru, yang akan menghabiskan biaya Rp 1,8 triliun. Gedung itu juga akan dilengkapi dengan pusat kebugaran dan spa.
Para anggota DPR pun getol jalan-jalan keluar negeri dengan judul ‘studi banding’. Biayanya sepanjang tahun 2010 dianggarkan Rp 162,9 miliar. Jika dibagi rata kepada 560 anggota DPR, setiap orang mendapat Rp 290,97 juta setahun atau Rp 24,25 juta setiap bulan. Anggaran sebesar ini hanya untuk kunjungan kerja ke luar negeri. Anggaran kunjungan di dalam negeri malah lebih besar lagi. Audit Badan Pemeriksa Keuangan Juni 2009 menyatakan disclaimer (tidak memberikan pendapat) terhadap pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPR untuk tahun anggaran 2007 dan 2008 yang seluruhnya berjumlah Rp 341,34 miliar.
Dengan semua fasilitas yang serba ‘wah’ itu, bagaimana prestasinya? Ternyata, kinerja DPR dalam kurun terakhir ini sangat buruk. Mahkamah Konstitusi menilai, produk legislasi DPR selama ini banyak yang tak beres karena menyimpang dari arah dan strategi Program Legislasi Nasional. Dalam lima tahun terakhir, MK telah membatalkan 58 UU yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dari 108 UU yang diujimaterikan. Bahkan ada UU yang diuji lebih dari sekali. Selesai pasal ini, ganti pasal lainnya yang diuji. Misalnya, UU Pemerintah Daerah diuji lebih dari 5 kali, Undang-Undang KPK diuji 9 kali, Undang-Undang Pemilu diuji 8 kali.
Banyak produk UU yang ujung-ujungnya juga hanya memenuhi kepentingan individu, kelompok tertentu yang ada dalam oligarki kekuasaan serta pihak asing. Untuk rakyat cukup janji-janji kosong tentang perubahan. Faktanya, meski banyak produk UU dihasilkan, rakyat tak pernah beranjak dari penderitaannya.
3. State Corruption.
Korupsi di negeri ini makin sistemik. Artinya, korupsi bukan lagi dilakukan oleh satu-dua orang, tetapi oleh banyak orang secara bersama-sama. Terungkapnya kasus Gayus menunjukkan hal itu. Yang jauh lebih berbahaya adalah saat negara justru menjadi pelaku korupsi melalui utak-atik kebijakan dan peraturan. Inilah yang disebut state corruption (korupsi negara). Skandal Bank Century dan IPO Krakatau Steel adalah contoh nyata. Kasus itu diduga telah merugikan negara triliunan rupiah. Segala usaha pemberantasan korupsi menjadi tak banyak artinya karena pelakunya adalah negara yang dilegalisasi oleh dirinya sendiri.
4. Kebijakan Ekonomi Liberal.
Saat ini makin banyak kebijakan ekonomi liberal yang dikeluarkan pemerintah. Di antaranya adalah kenaikan tarif listrik (TDL), privatisasi sejumlah BUMN dan rencana pembatasan subsidi BBM. Kenaikan TDL sebetulnya bisa dihindari andai PLN mendapat pasokan gas. Anehnya, produksi gas yang ada, seperti Gas Donggi Senoro, 70%-nya malah akan dijual ke luar negeri.
Demikian pula privatisasi sejumlah BUMN. Bila alasannya untuk menambah modal, mengapa tak diambil dari APBN atau dari penyisihan keuntungan? Bila untuk bank kecil seperti Bank Century yang milik swasta, Pemerintah dengan sigap menggelontorkan uang lebih dari Rp 6 triliun, mengapa untuk perusahaan milik negara langkah seperti itu tak dilakukan?
Adapun rencana pembatasan BBM tak lebih merupakan usaha Pemerintah untuk menuntaskan liberalisasi sektor Migas seperti yang digariskan IMF. Kebijakan itu tentu akan membuat perusahaan asing leluasa bermain di sektor hulu dan hilir (ritel/eceran). SPBU-SPBU asing akan mengeruk keuntungan besar dengan kebijakan ini. Ini tentu sebuah ironi besar. Bagaimana mungkin rakyat membeli barang milik mereka dari pihak asing dengan harga yang ditentukan oleh mereka, justru di dalam rumah mereka sendiri?
Kebijakan ekonomi yang makin liberal itu tentu makin memberatkan kehidupan ekonomi rakyat. Pengangguran pun makin meningkat. Akibatnya, sebagian dari mereka pun mencari kerja ke luar negeri. Namun, bukan uang yang didapat, tetapi penderitaan dan penyiksaan seperti yang menimpa Sumiati, bahkan pembunuhan seperti yang dialami Kikim Komalasari dan sejumlah TKW lain.
5. Intervensi Asing.
DPR yang diidealkan menjadi wakil rakyat, realitasnya justru menjadi alat pengesah campur tangan asing. UU SDA yang dihasilkan DPR, misalnya, tak lain merupakan pesanan dari Bank Dunia. UU lain seperti UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Minerba, UU Kelistrikan dll juga diduga sarat kepentingan asing.
Di sisi lain, intervensi asing, khususnya Amerika Serikat, bakal kian kokoh setelah naskah Kemitraan Komprehensif ditandatangani Pemerintah. Kunjungan Obama bulan lalu makin memperkuat cengkeraman kuku negara imperialis itu di negeri ini. Terungkapnya sejumlah dokumen diplomatik penting terkait Indonesia melalui situs Wikileaks hanyalah menegaskan tentang adanya campur tangan AS terhadap negeri ini.
6. Isu Terorisme dan Kebrutalan Densus 88.
Isu terorisme di tahun 2010 tak juga kunjung padam. Sejumlah kasus yang diklaim sebagai tindak terorisme seperti perampokan Bank CIMB - Niaga di Medan terjadi. Namun, dari investigasi yang dilakukan, terkuak sejumlah kejanggalan sekaligus kezaliman yang dilakukan Densus 88. Hal ini dipertegas oleh kesimpulan yang dilakukan Komnas HAM. Namun, Densus 88 tetap bergeming. Operasi jalan terus, nyaris tanpa kendali dan kontrol. Korban mungkin masih akan kembali berjatuhan di tahun-tahun mendatang, yang semuanya adalah Muslim.

7. Konflik Umat dan Aliran Sesat.
Sejumlah konflik umat terjadi di tahun 2010. Sesungguhnya konflik itu timbul bukan dipicu oleh umat Islam seperti yang banyak dituduhkan. Konflik umat dengan kelompok Ahmadiyah, misalnya, terjadi karena kelompok ini memang keras kepala. Mereka tak menaati SKB Tiga Menteri. Demikian juga konflik umat Islam dengan kelompok Kristen, terjadi karena mereka tak menaati ketentuan menyangkut pendirian tempat ibadah. Persoalan makin rumit saat mereka-dengan dukungan media massa dan jaringan LSM internasional-memaksakan kehendak. Terjadilah apa yang disebut ‘tirani minoritas’ yang merugikan kaum Muslim, penduduk mayoritas negeri ini.
8. Musibah dan Bencana.
Sepanjang tahun 2010 negeri ini diwarnai oleh banyak bencana: tsunami di Mentawai, longsor di Wasior Papua dan letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah/DIY. Bencana tersebut menyisakan sebuah ironi. Bila diyakini bahwa segala bencana itu adalah karena qudrah (kekuatan) dan iradah (kehendak) Allah SWT, lalu mengapa pada saat yang sama kita tetap tak mau tunduk dan taat kepada Allah SWT dalam kehidupan kita? Mengapa bangsa ini tak segera menerapkan syariah-Nya secara total dalam seluruh aspek kehidupan sebagai bukti ketaatannya kepada Allah SWT? Haruskah bangsa ini menunggu teguran lain berupa bencana yang lebih besar lagi?

Sikap Hizbut Tahrir Indonesia
Berkenaan dengan kenyataan di atas, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
1.        Ada dua faktor utama di balik berbagai persoalan yang timbul, khususnya di sepanjang tahun 2010 ini: sistem yang bobrok (yakni sistem Kapitalisme-sekular, termasuk demokrasi di dalamnya) dan pemimpin (penguasa/wakil rakyat) yang tak amanah. Karena itu, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan di atas, kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya datang dari Zat Yang Mahabaik, Allah SWT. Itulah syariah Islam yang diterapkan dalam sistem Khilafah. Adapun pemimpin yang amanah adalah yang mau sungguh-sungguh menjalankan sistem yang baik itu itu.
2.       Di sinilah sesungguhnya pentingnya seruan ”Selamatkan Indonesia dengan Syariah-Menuju Indonesia Lebih Baik”. Sebab, hanya dengan sistem yang berdasarkan syariah dalam institusi Khilafah dan dipimpin oleh pemimpin yang amanah (khalifah) Indonesia benar-benar bisa menjadi lebih baik. Dengan itu kerahmatan Islam bagi seluruh alam bisa diwujudkan secara nyata.
3.       Karena itu, hendaknya seluruh umat Islam, khususnya mereka yang memiliki kekuatan dan pengaruh, berusaha dengan sungguh-sungguh memperjuangkan penerapan syariah dan Khilafah di negeri ini. Hanya dengan syariah dan Khilafah saja kita bisa menyongsong tahun mendatang dengan lebih baik.

Sebagai catatan akhir, marilah kita merenungkan ayat ini:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّـهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
Komentar al-islam:
AS tembakan 110 rudal ke Pakistan selama tahun 2010; banyak korban dari warga sipil (Republika, 28/12/2010).
Belumkah cukup bukti bahwa AS-lah teroris sejati?!

Negara Menjaga Ketakwaan Warganya

Oleh: Muhammad Bajuri
Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara Islam pasal 14: “Hukum asal perbuatan manusia terikat dengan hukum syariah. Tidak dibenarkan melakukan suatu perbuatan, kecuali setelah mengetahui hukumnya. Hukum asal benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 83).
Pengantar
Manusia adalah makhluk termulia di antara makhluk-makhluk Allah lainnya, yang diciptakan hanya untuk menjalankan satu misi, yaitu beribadah kepada Allah semata, Zat Yang Mahamulia lagi Mahaperkasa (QS adz-Dzariyat [51]: 56). Dengan kata lain, kewajiban manusia adalah menaati semua perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Hanya saja, keimanan seorang manusia itu fluktuatif; al-îmânu yazîdu wa yanqushu, keimanan seseorang itu pasti mengalami pasang surut atau naik turun. Dalam kondisi keimanannya yang turun, tidak menutup kemungkinan seorang manusia terbawa arus menuju suatu perbuatan yang dilarang Allah.
Oleh karena itu, negara wajib menjaga individu-indivudu warganya-yang berpotensi melakukan kemaksiatan-agar senantiasa terikat dengan hukum-hukum syariah, yang dengan keterikatannya itu ia dijamin dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk bisa menjalankan kewajiban ini dengan sempurna, negara membutuhkan ketetapan hukum formil, berupa UUD, yang sifatnya mengikat.
Telaah Kitab kali ini akan membahas Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara Islam pasal 14, yang berbunyi: “Hukum asal perbuatan manusia terikat dengan hukum syariah. Tidak dibenarkan melakukan suatu perbuatan, kecuali setelah mengetahui hukumnya. Hukum asal benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 83).

Kesempurnaan Syariah Islam
Islam datang dengan membawa seperangkat hukum yang komprehensif untuk menjawab setiap persoalan yang terjadi pada manusia, kapanpun dan di manapun. Tentang kesempurnaan syariah Islam ini, ditegaskan sendiri oleh Zat Yang Mahaempurna. Karena itu, sekecil apapun mustahil ada kekurangan di sana-sini. Allah SWT berfirman:
]الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلاَمَ دِينًا[
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Kucukupkan untuk kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama kalian (QS al-Maidah [5]: 3).
Kesempurnaan agama adalah kesempurnaan penjelasan menurut yang dikehendaki Allah SWT, sang Pemilik agama. Kesempurnaan itu terjadi, tentu setelah diturunkan hukum-hukum terkait akidah, sehingga tidak ada alasan bagi kaum Muslim untuk tidak mengetahuinya; setelah menjelaskan hukum-hukum tentang kaidah hukum Islam dengan perkataan dan perbuatan; serta setelah menjelaskan hukum-hukum seputar muamalah dan dasar-dasar sistem Islam (Ibnu Asyur, At-Tahrîr wa at-Tanwîr, VI/102).
Oleh karena itu, Allah SWT menegaskan bahwa setiap aspek kehidupan manusia, baik yang terkait hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, maupun dengan sesamanya, semuanya telah dijelaskan dalil-dalilnya di dalam al-Quran (QS an-Nahl [16]: 89).
Hal ini pun dikuatkan lagi oleh kaidah bahasa Arab, yakni apabika kata “kull[un]” itu di-mudhaf-kan atau disandarkan pada isim nakirah (kata benda tidak tentu), maka maksudnya adalah istighrâq, yaitu mencakup segala jenis sesuatu (Al-Khathib, al-Mu’jam al-Mufashshal fi al-I’râb, hlm. 351). Dengan demikian, tidak ada satu pun perbuatan, dan tidak pula benda, kecuali Allah telah menjelaskan dalil-dalil hukumnya, termasuk dalil kewajiban mengikuti sunnah Rasulullah saw.
Dengan demikian, siapa saja-setelah memahami kedua ayat tersebut-yang mengatakan, bahwa ada sebagian perbuatan, benda atau fakta yang sama sekali tidak ada dalil hukumnya menurut syariah, maka dengan perkataannya itu sungguh ia telah menghina dan melecehkan kesempurnaan syariah Islam (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 84; Abdullah, Dirâsât fi al-Fikr al-Islami, hlm. 11).
Wajib Terikat dengan Syariah
Kesempurnaan syariah itu tidak akan berarti apa-apa bagi manusia tanpa adanya keterikatan dengannya. Karenanya, Allah memerintahkan setiap Muslim agar dalam menjalankan semua aktivitasnya senantiasa sejalan dengan hukum syariah. Bahkan Allah menafikan keimanan mereka yang tidak terikat dengan syariah yang dibawa oleh Rasulullah saw. ini (QS an-Nisa’ [4]: 65).
Peniadaan keimanan dari mereka yang tidak terikat syariah dipertegas oleh Rasulullah saw dengan sabdanya:
«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتىَّ يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ»
Tidaklah beriman seseorang di antara kalian hingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (HR Abu Hatim dalam Shahih-nya).
Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah berkata, “Jika keimanan itu tidak akan diraih hingga seorang hamba tunduk dan berserah kepada Rasulullah saw.,  menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang beliau bawa, menjadikan Rasulullah dan jihad didahulukan mengalahkan cintanya kepada diri, harta dan keluarganya, maka bagaimana terkait dengan ketundukan dan kepatuhan seorang hamba kepada Allah SWT?” (Ibnu Taimiyah, Maj’mû’ al-Fatâwa, X/287).
Oleh karena itu, jika seorang Muslim hendak melakukan perbuatan apapun, ia wajib terikat dengan hukum Allah terkait dengan perbuatan tersebut. Jika seorang Muslim hendak mengambil atau memberikan sesuatu apapun, ia pun wajib terikat dengan hukum Allah terkait dengan sesuatu tersebut. Dengan kata lain, seorang Muslim tidak boleh melakukan perbuatan atau memanfaatkan sesuatu apapun di luar ketentuan hukum, yakni harus selalu terikat dengan syariah. (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 84).

Hukum Asal Perbuatan
Hukum syariah adalah seruan dari Pembuat hukum (khithâb Asy-Syâri’) yang berkaitan dengan perbuatan (af’âl) manusia. Seruan itu datang untuk menjawab persoalan-persoalan yang terkait dengan perbuatan manusia, bukan untuk sesuatu (asyyâ’). Ketika seruan itu datang untuk sesuatu, maka itu disebabkan bahwa sesuatu itu berhubungan erat dengan perbuatan manusia. Dengan demikian, hukum asal seruan ditujukan untuk perbuatan manusia, bukan untuk sesuatu. Dalam hal ini sama saja, ada seruan yang datang untuk perbuatan (af’âl) tanpa menyebutkan sesuatu (asyyâ’)-nya sama sekali, seperti firman Allah SWT:
] كُلُوا وَاشْرَبُوا[
Makan dan minumlah (QS al-Baqarah [2]: 60).
Ada juga seruan yang datang untuk sesuatu (asyyâ’) tanpa menyebutkan perbuatan (af’âl)-nya sama sekali, seperti firman Allah SWT:
]حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ[
Diharamkan atas kalian bangkai, darah dan daging babi (QS al-Baqarah [2]: 60).
Hukum haram pada ketiga benda ini tidak lain adalah terkait dengan perbuatan manusia yang berhubungan dengan benda itu seperti memakannya, menjualnya, membelinya dan perbuatan manusia lainnya yang berhubungan dengan benda-benda itu.
Ada juga seruan yang datang untuk perbuatan (af’âl) dengan menyebutkan sesuatu (asyyâ’)-nya, seperti firman Allah SWT:
] لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا[
Agar kalian dapat memakan darinya daging yang segar (ikan) (QS an-Nahl [16]: 14).
Seruan pada ayat-ayat di atas, semuanya ditujukan untuk perbuatan manusia. Mengingat seruan dari Pembuat hukum (khithâb Asy-Syâri’) itu tidak lain adalah terkait dengan perbuatan manusia, maka di sinilah ditetapkan sebuah kaidah syariah yang terkait dengan hukum asal perbuatan manusia, yaitu:
الأَ صْلُ فِي الأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ بِالحُكْمِ الشَّرْعِيِّ
Hukum asal setiap perbuat manusia itu terikat dengan hukum syariah.
Artinya, hukum asal semua perbuatan manusia itu adalah memiliki hukum syariah yang wajib dicari dari dalil-dalil syariah sebelum melakukan perbuatan. Sebab, tujuan dari melakukan perbuatan itu adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Adapun diterimanya ibadah itu harus memenuhi dua syarat: ikhlas karena Allah dan kesesuaiannya dengan hukum syariah (Al-Badrani, Îqâd al-Fikri Qirâ’ah fi Kitab al-Fikr al-Islâmi, hlm. 221).
Hukum Asal Benda
Sesuatu/benda (asyyâ’) bukanlah perbuatan (af’âl). Sesuatu (asyyâ’) adalah benda atau materi yang digunakan manusia dalam menjalankan perbuatannya. Perbuatan (af’âl) adalah apa yang dilakukan manusia, baik berupa aktivitas maupun perkataan untuk memenuhi kebutuhannya (Ismail, al-Fikr al-Islâmi, hlm. 35).
Hukum yang terkait dengan sesuatu/benda itu datang melalui dalil umum yang menjelaskan hukum perbuatan. Adapun dalil yang datang secara khusus untuk sesuatu/benda, maka itu merupakan pengecualian atas dalil umum tersebut. Sebab, tuntutan melakukan (thalab al-fi’l) atau memilih (at-tahyîr) itu mencakup setiap sesuatu, dan setiap sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan itu adalah mubah (halal). Karena itu, mengharamkan sesuatu dari sesuatu-sesuatu itu butuh pada nash atau dalil, misalnya firman Allah SWT:
]وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ[
Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari Allah (QS al-Jatsiyah [45]: 13).
Ayat ini menjelaskan bahwa setiap sesuatu/benda yang ada di langit dan di bumi, yang Allah ciptakan untuk manusia, semuanya adalah mubah (halal).
Dari sini maka ditetapkan sebuah kaidah syariah yang terkait dengan hukum asal sesuatu/benda, yaitu:
الأَ صْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ مَا لَمْ يَرِدْ دَلِيْلُ التَّحْرِيْمِ
Hukum asal setiap sesuatu/benda adalah mubah (halal) selama belum ada dalil yang mengharamkannya.
Dalam hal ini al-Qaradhawi berkata, “Dalam syariah Islam arena atau wilayah haram-terkait sesuatu-sangatlah sempit sekali. Sebaliknya, arena atau wilayah halal malah sangat luas sekali. Sebab nash-nash sahih dan tegas yang mengharamkan sesuatu jumlahnya sangat sedikit sekali. Adapun sesuatu yang tidak ada keterangan halal-haramnya, dikembalikan pada hukum asalnya, yaitu mubah (halal), dan masuk dalam kategori yang dima’fukan Allah.” (Al-Qaradhawi, Al-Halâl wal Harâm fil Islâm, hlm. 20).
Dengan adanya ketetapan undang-undang seperti ini, maka tidak akan pernah terjadi kasus-kasus seperti yang dialami para TKW selama ini. Sebab, negara yang berkewajiban menjaga keterikatan setiap warga negaranya terhadap syariah tidak akan membiarkannya melakukan perbuatan yang di dalamnya ada pelanggaran terhadap syariah Islam, sekalipun perbuatan itu mendatangkan devisa atau manfaat lainya bagi negara. Sebab, halal-haram merupakan satu-satunya tolok ukur yang digunakan negara dalam mengatur roda pemerintahannya.
WalLâhu a’lam bish-shawâb. []
Daftar Bacaan
Abdullah, Muhammad Husain, Dirâsât fil Fikri al-Islami, (Beirut: Dar al-Bayâriq), 1990.
Al-Badrani, Izzuddin Hisyam bin Abdul Karim, Îqâd al-Fikri Qirâ’ah fi Kitab al-Fikr al-Islâmi, tanpa penerbit, tanpa tahun.
Ibnu Asyur, Muhammad ath-Thahir, At-Tahrîr wa at-Tanwîr, (Tunis: Dar Sahnun), 1997.
Ibnu Taimiyah, Abdus Salam bin Abdullah bin Ali, Maj’mû’ al-Fatâwa, (Dar Alam al-Kutub), tanpa tahun.
Ismail, Muhammad Muhammad, Al-Fikr al-Islâmi, (Beirut: al-Maktabah al-Wa’ie), 1958.
Al-Khathib, Thahir Yusuf, Al-Mu’jam al-Mufashshal fil I’râb, (Al-Haramain), tanpa tahun.
An-Nabhani, Asy-Syaikh Taqiyuddih, Muqaddimah ad-Dustûr aw al-Asbâb al-Mujîbah Lahu, Jilid I, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan II, 2009.
Al-Qaradhawi, Yusuf, Al-Halâl wal Harâm fil Islâm, (Darul Ma’rifah), 1985.

Mari Bersyukur Setiap Waktu

Pernahkah Anda berpikir berapa kekayaan setiap orang jika dihargai dengan uang? Berapakah harga tubuh manusia jika diuangkan? Berapa harga mata, hidung, telinga, mulut, otak, kepala, lidah, tangan kaki dan apa saja yang menjadi bagian dari tubuh manusia jika dirupiahkan?
Saat mata kita sehat, kita tak pernah berpikir betapa berharganya mata kita. Coba saja jika suatu ketika mata Anda, karena satu sebab kecelakaan tertentu, menjadi buta. Kebetulan Anda memiliki tabungan milyaran rupiah. Apa yang Anda lakukan? Anda pasti akan membayar berapa milyar pun untuk mengembalikan penglihatan Anda. Tak peduli jika untuk itu tabungan Anda terkuras nyaris habis. Saat tangan atau kaki kita sehat dan normal, kita pun mungkin jarang berpikir betapa bernilainya kedua anggota tubuh kita itu. Namun, pernahkah Anda membayangkan andai suatu saat, karena satu sebab musibah tertentu, tangan atau kaki Anda itu harus diamputasi? Pasti, jika kebetulan Anda orang kaya, Anda akan sanggup mengeluarkan ratusan juta atau bahkan milyar rupiah asal tangan atau kaki Anda tidak diamputasi dan kembali sehat serta  normal seperti sedia kala. Bagaimana pula jika satu sebab bencana tertentu wajah Anda yang ganteng/cantik tiba-tiba harus menerima kenyataan rusak parah tak berbentuk akibat terbakar hebat atau terkena air keras? Pasti, Anda pun dengan ikhlas dan rela akan melepaskan harta apa saja yang Anda miliki asal wajah Anda bisa kembali ganteng/cantik seperti sedia kala.
Sudah banyak bukti, orang-orang yang berpunya sanggup mengorbankan hartanya sebanyak apapun demi mengembalikan kesehatannya; demi sembuh dari penyakit jantung, kanker, kelumpuhan, kecacatan dll. Bahkan demi mengembalikan agar kulitnya menjadi kencang, atau agar keriput di wajahnya bisa hilang, banyak orang rela merogoh sakunya dalam-dalam.
Jika sudah demikian, semestinya kita sadar, betapa kayanya setiap diri kita; hatta jika secara materi kita bukan orang berpunya. Bukankah kita akan tetap mempertahankan mata atau hidung kita meski ada orang mau menawar dan membelinya seharga ratusan juta rupiah? Bukankah kita tak akan rela melepas jantung atau paru-paru kita walau ada orang berani menawarnya seharga semilyar rupiah? Bukankah kita tak akan sudi kehilangan tangan atau kaki kita meski untuk itu kita mendapatkan kompensasi harta yang melimpah-ruah? Bukankah kita pun tak akan pernah rela menyewakan nafas kita barang lima atau 10 menit meski harga sewanya jutaan rupiah? Sebab, kita amat paham, tidak bernafas lima atau 10 menit berisiko menjadikan kita mati lemas.
Belum lagi jika kita berusaha meneliti udara yang kita hirup saat bernafas. Pikirkan pula air yang kita minum; yang digunakan untuk mandi, mencuci, memasak; dll. Renungkan pula bumi yang kita pijak, sinar matahari yang menyinari setiap hari, air hujan yang turun ke bumi, sinar bulan yang menghiasai malam, jalanan yang kita lalui, pemandangan alam yang kita nikmati, dll. Bagaimana jika semua itu harus kita beli? Berapa ratus juta bahkan berapa puluh milyar rupiah uang yang harus kita keluarkan?
Namun, alhamdulillah, semua kekayaan dan kemewahan itu Allah berikan kepada kita secara cuma-cuma alias gratis! Tak sepeser pun kita dipungut oleh Allah SWT untuk membayar nikmat yang luar biasa itu. Amat pantaslah jika Allah SWT dalam Alquran surat ar-Rahman berkali-kali mengajukan pertanyaan retoris kepada manusia: Fa bi ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzibân (Nikmat Tuhan manakah yang kalian dustakan)? Lebih dari itu, Dia-lah Tuhan Yang mengurus kita siang-malam tanpa pernah meminta upah secuil pun. Mahabenar Allah Yang berfirman (yang artinya): Katakanlah, “Siapakah yang dapat memelihara kalian pada waktu malam dan siang hari selain Zat Yang Maha Pemurah?”(TQS al-Anbiya’ [21]: 42).
Pertanyaannya: Sudahkah atas semua itu kita bersyukur? Ataukah kita malah sering berlaku sombong dan takabur?  Sudah berapa milyar kali hamdalah kita ucapkan untuk-Nya? Ataukah kita malah gemar berkhianat kepada-Nya? Na’udzu billah.
Semoga kita semua menjadi hamba Allah SWT yang selalu bersyukur setiap waktu atas segala karunia-Nya yang luar biasa itu, bukan hamba yang takabur apalagi kufur kepada-Nya. Paling tidak, hal itu dibuktikan dengan keseriusan dan ketekunan kita dalam beribadah dan ber-taqarrub kepada-Nya; dalam menaati segala titah-Nya; dalam mengorbankan apa saja untuk agama-Nya; serta dalam berjuang menegakkan akidah dan syariah-Nya demi kemuliaan Islam dan umatnya. Amin

Tahun 2011 Pemerintah Tambah Hutang Rp 200 Triliun

Adanya selisih lebih pembiayaan anggaran (SILPA) tak membuat Ditjen Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan (Kemenkeu) merubah rencana penerbitan utang tahun depan. Surat Utang negara tetap akan dilelang setiap bulannnya untuk mencapai target growth penerimaan utang 2011 sebesar Rp 200,6 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementriaan Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan setiap bulan pemerintah akan menerbitkan surat utang baik melalu lelang SUN ataupun sukuk. “ Kita juga tetap akan melakukan penerbitan insturmen tertentu melalui book building dan private placemenct itu kita lakukan seperti apa yang kita lakukan pada tahun ini,” ujar Rahmat, di kantornya, Kamis (30/12).
Memang, lanjut Rahmat, ada kemungkinan untuk melakukan diversifikasi obligasi mengingat besarnya jumlah penerimaan utang yang harus dicapai. Jika tidak, maka pasar ditakutkan akan mengalami crowding out (kejenuhan pasar).
“Sekarang ini growth nya Rp 162 triliun , kedepan menjadi Rp 200,6 triliun itu tentunya kita terus lakukan supaya tidak ada crowding out di pasar domestik. Tapi kalau sekarang marketnya masih bagus serperi saat ini kita akan tetap akan kosentrasi penerbitan di domestik market,” papar Rahmat.
Soal adanya Silpa, menurut Rahmat itu disebabkan karena masalah penyerapan dan hal tersebut bukan merupakan kewenangannya. Apa yang dikerjakan oleh Ditjen utang adalah mencari pembiayaan melalui utang. Walaupun begitu baiknya utang tersebut memang semuanya terpakai.
“Kita nerbitin-nerbitin aja. Kita bukan menyerap, kita hanya cari utang saja. Seharusnya memang semuanya dipakai. Realisasinya memang seharusnya sesuai dengan target. Kalau penyerapan itu Dirjen Anggaran,” tukas Rahmat.
Supaya tidak terjadi Silpa yang besar, menurut Rahmat pemerintah akan terus meningkatkan koordinasi internal khususnya terkait penyerpan. Koordinasi itu yakni antara pengeolaan utang dan pengelolaan kas agar lebih baik. “Karena penyerapan kita kan anggaran berbasis kinerja. Koordinasi antara pengeolaan utang dan kas supaya lebih baik,” jelasnya. (republika.co.id, 30/12/2010)

Kamis, 16 Desember 2010

Selamatkan BUMN Telekomunikasi

SERING kali melalui forum ini kita mengingatkan pemerintah, juga elite politik dan ekonomi, untuk menghentikan kebiasaan mengobok-obok badan usaha milik negara (BUMN).
Adalah omong kosong menjadikan BUMN profesional dan bermain di level global jika para pemangku kepentingan membiarkan tangan-tangan nakal menggerogoti BUMN demi kerakusan mereka.
Namun, desakan itu sepertinya masih membentur tembok. Pemegang otoritas BUMN menganggap sepi kritik berbagai kalangan itu. Di sisi lain, pihak-pihak di luar BUMN kian ‘kreatif’ mencari cara agar intervensi mereka tidak terkesan ugal-ugalan.
Untungnya, sikap waspada di internal BUMN masih tumbuh. Itulah setidaknya yang terbaca dari aksi ribuan karyawan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk, kemarin.
Mereka berunjuk rasa ke Kantor Kementerian BUMN dan Istana Merdeka mendesak pemerintah membatalkan rencana merger anak usaha Telkom, yakni Flexi, dengan Esia milik PT Bakrie Telecom Tbk. Basis argumentasi mereka jelas, merger tersebut mengakibatkan aset negara berpindah tangan ke swasta dan amat mungkin berpindah lagi ke tangan asing.
Selain itu, menurut mereka, penggabungan dua operator layanan berbasis code division multiple access (CDMA) itu riskan bagi Telkom. BUMN telekomunikasi itu berpotensi kehilangan pendapatan sekitar Rp3 triliun per tahun. Bahkan, mengingat Bakrie Telecom masih terbelit utang dalam jumlah besar, sekitar Rp2,4 triliun, bukan tidak mungkin Telkom ikut menanggung sebagian beban utang tersebut.
Bukan kali ini saja–juga bukan sekadar oleh karyawan Telkom–desakan agar pemerintah membatalkan rencana merger Flexi-Esia digaungkan. Pengamat pasar modal Edwin Sebayang dan Yanuar Rizky, anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono, dan Pelaksana Harian Kepala Biro Humas dan Hukum Kepala Bagian Advokasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Zaki Zein Badroen adalah mereka yang meminta pemerintah membatalkan rencana tersebut.
Pengamat pasar modal meminta Telkom mewaspadai laporan keuangan Bakrie Telecom yang sarat utang. Dalam laporan keuangan Bakrie Telecom pada kuartal I 2010 tampak nilai kewajiban lancar perusahaan itu membengkak 83,33% menjadi Rp2,4 triliun.
Kewajiban itu termasuk pinjaman ke beberapa bank senilai Rp654,65 miliar yang harus dilunasi tahun ini. Satu di antaranya pinjaman dari Credit Suisse AG cabang Singapura senilai Rp410,17 miliar.
Dari segi persaingan usaha, menurut KPPU, merger keduanya juga bisa memicu praktik monopoli. Pasalnya, kedua perusahaan telekomunikasi itu adalah penguasa pasar di segmen fixed wireless access (FWA).
Bila digabung, kedua perusahaan akan menguasai 80% pelanggan FWA. Saat ini Flexi memiliki sekitar 16,2 juta pelanggan dan Esia 11,1 juta.
Data-data tersebut secara kasatmata sudah mengingatkan justru merger Flexi-Esia bukanlah simbiosis mutualisme, melainkan malah simbiosis parasitisme dengan Telkom sebagai korbannya. Kalau kekhawatiran seperti ini masuk akal dan beralasan kuat, tidak ada pilihan lain kecuali selamatkan PT Telkom sebagai BUMN yang sehat. (mediaindonesia.com, 17/12/2010)

Rabu, 15 Desember 2010

HT Pakistan : Dokumen Wikileaks Membuktikan Pengkhianatan Penguasa Sekuler

Terungkapnya berbagai dokumen rahasia dalam situs Wikileaks membuktikan pengkhianatan penguasa negeri-negeri Islam termasuk Pakistan. Naveed But , juru bicara Hizbut Tahrir Pakistan menyatakan dokumen yang berisi memo diplomat Amerika itu merupakan tamparan di wajah penguasa Pakistan . Selama ini penguasa Pakistan selalu menolak dan menyebut ‘hanya’ teori konspirasi ketika mencul kepermukaan berita tentang kehadiran pasukan Amerika di Pakistan, dukungan pemerintah atas pesawat-pesawat tidak berawak dan campur tangan Amerika atas program nuklir Pakistan .
Menurutnya, dokumen-dokumen itu telah memperjelas berapa banyak pengaruh Amerika dalam mengatur urusan dalam negeri Pakistan.” Meskipun kami tidak menganggap benar bahwa kebocoran itu tidak dibuat di bawah pengawasan pemerintah AS, bukti dokumenter dari Wikileaks telah menyatukan pendapat rakyat Pakistan mengenai aliansi kotor antara para penguasa berbahaya mereka dan Amerika,” tegas Naveed dalam pernyataan persnya (5/12).
Wikileaks telah mengguncang seluruh dunia karena menerbitkan memo para diplomat Amerika. Baik Holbrooke maupun Hillary Clinton tidak mempertanyakan keasliannya. Mereka juga tidak menyatakan memo-memo itu sebagai tidak berdasar atau merupakan kebohongan.
Menurut bocoran itu, para penguasa Pakistan telah meminta nasehat dari para Duta Besar Amerika , bahkan dalam hal-hal paling kecil sekalipun. Presiden Zardari mengatakan akan melakukan apapun yang disarankan menurut nasihat Amerika. Demikian pula, Nawaz Sharif meyakinkan Amerika bahwa dia adalah “pro-Amerika”.
Dokumen itu juga mengungkap Komandan Korps ke-11 mengundang pasukan komando Amerika untuk memantau operasi di Waziristan yang banyak menimbulkan korban umat Islam . Selain itu, Kepala Angkatan Darat Pakistan meminta Amerika tidak memperlakukan militer Pakistan dengan cara yang memberikan kesan militer Pakistan “untuk disewa”.Menurut Naved But ,dokumen-dokumen ini telah membuktikan bahwa Amerika adalah negara kolonial tiran, yang menggunakan kekuatan, ketakutan dan taktik ilegal untuk menundukkan dunia.
Naveed But juga mempertanyakan klaim Amerika sebagai negara yang mengklaim jawara  kebebasan berekspresi. Kenyataannya, negara Pam Sam itu justru  memaksa Amazon.com untuk menutup website Wikileaks. Mike Huckabee, yang ikut dalam bursa pemilihan presiden Amerika dari Partai Republik menuntut untuk mengeksekusi pemilik Wikileaks.Amerika telah menyatakan sebagai kejahatan bila mengakses website ini, membaca atau mendownload isinya.
Namun di sisi lain dengan alasan kebebasan  berekspresi Amerika melindungi penghujat Islam  dan menganggap sebagai kejahatan bila membunuh seorang penghujat. Negara sekuler Barat juga menolak untuk menutup situs web yang menghujat Islam . “Dimanakah menguapnya slogan-slogan praktis yang mereka miliki  “kebebasan berekspresi” dan “liberalisme?”, tanya But
Lebih lanjut Naveed But menyatakan pengungkapan Wikileaks harus memotivasi semua kaum intelektual dan para analis politik untuk memikirkan kembali anggapan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik dan bahwa mereka punya harapan dalam partai politik yang demokratis. Kediktatoran dan demokrasi adalah dua sisi mata uang yang sama yang digunakan Amerika menurut kemauannya.
Hizbut Tahrir Pakistan selama ini gigih mengungkap pengkhianatan para penguasa pengkhianat Pakistan. Gerakan Islam yang berjuang non kekerasan ini menyerukan tentara Pakistan tidak membiarkan para penguasa pengkhianat yang telah menghancurkan rakyat Pakistan. “Bangkitlah dan tumbangkan para penguasa yang tidak tahu malu itu dan berikan nusrah (dukungan) bagi Hizbut Tahrir untuk mendirikan Khilafah,sesungguhnya tindakan Anda akan membuat Anda berhasil di dunia dan di akhirat,” seru Naveed But (RZA)

Tahun 2010 Penduduk Miskin Bertambah Menjadi 43,4 Juta

Tahun 2010 Penduduk Miskin bertambah 12,4 juta menjadi 43,4 juta dari total penduduk 234 juta. (Pikiran Rakyat, 13/12/2010) KOMENTAR:
Semakin membuktikan bahwa demokrasi hanya menjadikan rakyat semakin miskin, ironis dengan anggaran pejabat dan anggota DPR untuk jalan-jalan yang selalu naik. Rakyat jadi “sapi perah” dari nafsu harta dan kekuasaan para politikus oportunis dan kapitalis. Saatnya mengganti sistem demokrasi kapitalis dengan sistem Islam.

* * * * * * * * * * * * * 16.12.10 Keluarga Tuding Densus Ambil Uang Istri Abu Tholut Rp 5 Juta Tahun 2010 Penduduk Miskin Bertambah Menjadi 43,4 Juta

Tahun 2010 Penduduk Miskin bertambah 12,4 juta menjadi 43,4 juta dari total penduduk 234 juta. (Pikiran Rakyat, 13/12/2010)
KOMENTAR:
Semakin membuktikan bahwa demokrasi hanya menjadikan rakyat semakin miskin, ironis dengan anggaran pejabat dan anggota DPR untuk jalan-jalan yang selalu naik. Rakyat jadi “sapi perah” dari nafsu harta dan kekuasaan para politikus oportunis dan kapitalis. Saatnya mengganti sistem demokrasi kapitalis dengan sistem Islam.

Umat Islam : Umat yang Adil Bukan Moderat !

Sesunguhnya Umat Yang Adil, Bukan Umat Pertengahan (Moderat), seperti yang dikampanyekan kelompok liberal untuk menghancurkan Islam.
Allah SWT berfirman:
]وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُواْ شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا[
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (TQS. Al-Baqarah [2]: 143).
Dalam menafsiri ayat ini, sebagian berpendapat bahwa al-wasathiyyah (pertengahan) adalah apa yang ada di antara dua sisi, pihak atau kelompok. Sementara Islam adalah agama pertengahan (dînul wasathiyyah). Sebab, yang di tengah itu lebih baik dari yang di kedua sisi. Kemudian dari kesimpulan ini, dibangun kaidah yang menjadi pijakan setiap pemikiran dan hukum. Untuk itu dibuatkanlah contoh tentang sikap pertengahan (moderat) Islam antara sikap berlebihan kaum Nasrani yang menjadikan Isa ‘alaihis salâm sebagai anak atau Tuhan, dengan kesembronoan kaum Yahudi yang membunuh para nabi mereka. Dengan demikian, Islam adalah agama pertengahan (moderat) antara berlebihan dan kesembronoan. Artinya di dalam Islam tidak ada penyembahan dan pembunuhan terhadap nabi. Akan tetapi Islam berada di antara kedua sikap itu. Pendapat ini salah dilihat dari beberapa aspek.
Pertama, kata wasathan-yang diartikan pertengahan-adalah sifat bagi umat bukan bagi agama. Jika perbandingannya antara kaum Muslim dengan para pengikut nabi-nabi terdahulu, yang mereka itu sama-sama mengimani dan membenarkan para nabi itu, maka semuanya adalah kaum Mukmin, sehingga tidak ada pertengahan antara iman dengan iman. Dan jika perbandingannya adalah antara umat Islam dengan orang yang mengklaim pengikut Musa dan Isa ‘alaihimâs salâm setelah diutusnya Muhammad Saw, maka sesungguhnya mereka itu adalah kafir berdasarkan Ijma’. Kaum Yahudi dan Nasrani adalah kafir. Sehingga, bagaimana mungkin kaum Muslim sebagai pertengahan (wasathan) antara kekufuran dengan kekufuran? Kami berlindung kepada Allah dari kesesatan ini.
Kedua, Allah SWT telah menetapkan umat ini di dalam al-Qur’an sebagai umat terbaik. Allah SWT berfirman:
]كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ[
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia." (TQS. Ali Imran [3]: 110).
Sementara itu, Rasulullah Saw menafsiri kata “wasathan” itu dengan ‘adâlan (keadilan). Imam at-Tirmidzi mengeluarkan hadits dari Abi Sa’id al-Khudri dari Nabi Saw terkait firman Allah:
]وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا[
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasathan." (TQS. Al-Baqarah [2]: 143). Beliau bersabda: “Umat yang ‘adlan (adil).”
Terkait dengan hadits ini, Abu Isa berkata, bahwa hadits ini statusnya Hasan Shahih. Dengan demikian, makna kata wasathan adalah ‘adlan (adil), yakni akhyâran (yang terbaik).
Az-Zujaj berkata: “Wasathan, yakni ‘adlan. Sebagian lagi berkata “Akhyâran”, terbaik atau pilihan. Kedua lafadz ini berbeda, namun artinya sama. Sebab, adil itu baik, dan baik itu sendiri adalah adil.” Al-Baghawi berkata: “Wasathan, yakni ‘adlan wa khiyâran”, adil dan terbaik atau pilihan.” Sementara al-Qurthubi berkata: “Bukanlah termasuk makna al-wasath, yaitu berada pada sesuatu di antara dua sesuatu.”
Ketiga, Allah SWT menyebutkan dan menyifati umat ini dengan firman-Nya “wasathan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. Sementara kesaksian menuntut keadilan. Allah menginginkan kaum Muslim agar menjadi saksi atas (perbuatan) manusia pada hari kiamat, maka Allah menetapkan keadilannya dengan firman-Nya “wasathan”.
Keempat, “wasthun” dengan disukunkan sin-nya dan “wasathun” dengan difathahkan sin-nya digunakan untuk makna dzorfiyah (keterangan tempat), seperti sabda Rasulullah Saw:
«لَعَنَ اللهَ مَنْ جَلَسَ وَسَطَ الحَلَقَةِ»
“Allah melaknat orang yang duduk di tengah-tengah orang-orang yang duduk melingkar (halaqah).” (HR. Abu Dawud). Atau kamu berkata: “Saya duduk di tengah-tengah rumah (wasatha ad-dâr).”
Kata “wasatha atau wastha” di sini di-nashab-kan, karena sebagai dzorfiyah (keterangan tempat) atau maf’ûl fîh. Terkadang kata “wasatha atau wastha” dekat dengan makna dzorfiyah (keterangan tempat), dan tidak diposisikan sebagai dzorf. Kata “wasatha atau wastha” di sini bermakna di antara dua sisi, seperti kamu berkata: “Saya memegang di antara kedua ujung tali (wasathal habli).” Posisi (i’rab) kata “wasatha atau wastha” di sini sebagai maf’ûl bih (obyek).
Yang ingin ditegaskan di sini adalah, bahwa kata “wasatha” di dalam ayat tersebut adalah sifat. Sehingga artinya bukan berada di antara dua sesuatu. Sedang mereka yang menafsiri kata “wasatha” dengan dzorfiyah (keterangan tempat), atau berada di antara dua sesuatu, maka tidak seperti yang mereka inginkan. Namun kata “wasatha” di dalam ayat yang mulia tersebut, adalah sebagai sifat, dan tidak bisa dibawa pada pengertian yang lain. Dalam hal ini benar Imam al-Qurthubi ketika beliau berkata: “Bukanlah termasuk makna al-wasath, yaitu berada pada sesuatu di antara dua sesuatu.”
Kelima, perkataan mereka bahwa kami berada di antara sikap berlebihan kaum Nasrani dan kesembronoan kaum Yahudi, yakni kami berada di antara dua sikap, yaitu menjadikan Isa sebagai Tuhan, dan membunuh para nabi. Perkataan ini salah. Sebab kami tidak berada di antara kedua sikap itu. Bahkan sama sekali bertentangan dengan keduanya. Kami tidak membunuh dan tidak menjadikan Muhammad Saw sebagai Tuhan. Lalu, bagaimana kami berada di antara keduanya. Jika kami berada di tengah, dalam arti berada di antara dua sikap, yaitu Yahudi tentang kesembronoannya, dan Nasrani tentang keberlebihannya. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Adapun argumentasi mereka bahwa kami berada di tengah-tengah antara sanksi Yahudi, yaitu mata dibalas dengan mata, dengan apa yang dikatakan dari kaum Nasrani bahwa apabila ditempeleng pipi kananmu, maka berikanlah pipi kirimu. Sementara di agama kami (Islam), sanksi beruapa mata dibalas dengan mata, serta qishos atas ar-Rabi’ yang mematahkan gigi seri budak perempuan merupakan kejadian yang terkenal. Begitu juga, Umar menjatuhkan sanksi kepada putra al-Akramin, putra Amr bin Ash, ketika Umar memvonis qishos, yaitu tempelengan dibalas dengan tempelengan. Lalu, di mana sikap pertengahan (moderat) di antara kedua pihak itu?!
Yang jelas, sikap pertengahan (moderat) merupakan kaidah berfikir Kapitalisme, dan sama sekali bukan dari Islam, sekalipun tidak sedikit orang yang berusaha menghubungkan sikap pertengahan (moderat) itu dengan Islam!
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 6/12/2010.

HAM: Alat Propaganda dan Penjajahan Barat

[Al Islam 535] SEPULUH Desember 2010 lalu, sebagaimana diketahui, untuk kesekian kalinya diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia. Di Tanah Air, Peringatan Hari HAM se-Dunia ditandai dengan sejumlah aksi oleh para pegiat HAM di beberapa daerah.
Yang menarik, terkait dengan HAM ini, seminggu sebelumnya, Human Rights Watch (HRW) dalam laporan yang berjudul, “Menegakkan Moralitas: Pelanggaran dan Penerapan Syariah di Aceh Indonesia,” menyebutkan bahwa dua aturan Perda Syariah mengenai larangan khalwat serta aturan mengenai busana Muslim pada pelaksanaanya telah melanggar HAM dan konstitusi Indonesia. Dalam konferensi pers pada Rabu (1/12/2010), HRW mendesak pemerintah lokal di Aceh dan pemerintah pusat Indonesia agar mencabut kedua aturan tersebut. Sejak masih dalam draft, perda yang sering disebut terinspirasi oleh syariah itu memang telah mendapat kecaman dari para aktivis liberal dan sekular dengan mengusung ide hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, kaum Muslim tentu perlu mencermati kembali hakikat dan upaya di balik propaganda HAM. Pasalnya, propaganda HAM, baik dalam lingkup lokal/nasional maupun internasional, pada faktanya sering merugikan Islam dan kaum Muslim.
HAM: Propaganda Menyesatkan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan kalangan sekular sesungguhnya bagian dari ide demokrasi yang dipropagandakan Barat sekaligus dijajakan di negeri-negeri Islam. Demokrasi sendiri didasarkan pada paham kebebasan. Ide HAM yang didasarkan pada liberalisme (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), misalnya, bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu; tetapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali. Atas dasar kebebasan juga, keyakinan dan praktik yang menyimpang dari Islam dibiarkan. Dengan alasan HAM, Ahmadiyah yang sesat karena menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru setelah Rasulullah Muhammad saw. atau Lia Eden yang mengaku Jibril dibela habis-habisan.
Di bidang sosial, dengan alasan kebebasan berperilaku sebagai ekpresi kebebasan individu, HAM melegalkan praktik yang menyimpang dari Islam seperti seks bebas, homoseksual, lesbian serta pornografi dan pornoaksi. Akibatnya, kemaksiatan pun meluas di tengah-tengah masyarakat. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan sebanyak 51 persen remaja di Jabodetabek tidak perawan lagi karena telah melakukan hubungan seks pranikah. Hal serupa juga terjadi di kota besar lainnya. Di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan sudah tidak perawan. Bersamaan dengan itu, jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS pun terus meningkat.
Di bidang politik ide HAM juga digunakan sebagai “political hammer (palu politik)” untuk menyerang perjuangan penegakan syariah Islam yang merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Tidak hanya itu, HAM juga mengancam stabilitas dan kesatuan politik negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Lepasnya Timor Timur tidak bisa dilepaskan dari propaganda hak menentukan nasib sendiri (the right of self determination). Ancaman disintegrasi dengan alasan yang sama juga bisa terjadi di Papua dan Aceh.
Di bidang ekonomi, liberalisasi ekonomi telah menjadi jalan perampokan terhadap kekayaan negeri-negeri Islam atas nama kebebasan pemilikan. Tambang minyak, emas, perak, batubara yang sebenarnya merupakan milik rakyat (al-milkiyah al-amah), dirampok atas nama kebebasan investasi dan perdagangan bebas.
Walhasil, propaganda HAM di negeri-negeri Muslim, termasuk di negeri ini, pada dasarnya menyesatkan, dan karenanya perlu diwaspadai oleh umat Islam.
HAM: Alat Penjajahan Barat
Selain menyesatkan, HAM sesungguhnya menjadi salah satu alat ampuh penjajahan Barat, khususnya Amerika Serikat, atas negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Keterlibatan AS baik secara langsung maupun melalui PBB dalam mengawal agenda HAM terlihat dari upayanya agar HAM dijadikan sebagai perjanjian yang bersifat universal-yaitu tak hanya diadopsi oleh negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu-setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasional akibat jatuhnya Uni Sovyet. Melalui Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM 1993, ditegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang.
AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya. Sebenarnya ini sudah terjadi sejak akhir dasawarsa 70-an di masa kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Sejak saat itu, Departemen Luar Negeri AS selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia dalam menerapkan HAM. Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana negara-negara itu memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM. Penilaian ini kemudian menjadi landasan bagi sikap yang akan diambil AS terhadap negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan prinsip-prinsip HAM. Terhadap Indonesia, misalnya, AS mengaitkan peristiwa Timor-Timur dengan bantuan militernya.
Itulah yang menjadikan kebijakan luar negeri AS yang bertumpu pada HAM bersifat diskriminatif. Dalam implementasinya, HAM sangat dipengaruhi oleh kepentingan pihak yang memiliki kekuatan. Dengan kata lain, penerapan HAM tidak terlepas dari kepentingan politis, ekonomis dan ideologis dari negara-negara yang punya kekuatan besar. Barat, khususnya AS, memanfaatkan isu HAM untuk menekan suatu negara demi kepentingannya sendiri. PBB dan badan internasional lainnya seperti IMF dan Bank Dunia acapkali dipakai AS untuk merealisasikan kepentingannya itu.
Sejak keberadaannya HAM justru digunakan sebagai alat penjajahan Barat terhadap Dunia Timur, khususnya negeri-negeri kaum Muslim. HAM yang muncul pada abad ke-21 adalah isu yang menggantikan kolonialisasi Barat terhadap negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Setelah cara penjajahan langsung tidak populer akibat meningkatnya kesadaran umat manusia, Barat menggunakan HAM untuk menjajah dalam bentuk lain. Amerika dan negara-negara kapitalis lainnya telah menjadikan HAM sebagai komoditi politik luar negerinya. Ini semua dilakukan Barat demi tuntutan kepentingannya untuk mendominasi berbagai bangsa di dunia.
Barat: Pelanggar HAM Nomor Satu
Meski gagasan dan propaganda HAM berasal dari Barat, khususnya AS, realitas sejarah justru menunjukkan bahwa Barat/AS adalah bangsa-bangsa kolonialis-imperialis yang sangat tidak menghormati dan menghargai HAM. Kenyataannya, penjajahan yang mereka lakukan telah mendatangkan bencana dan penderitaan yang sangat berat atas berbagai bangsa di dunia.
Faktanya, Amnesti Internasional (AI) menilai Amerika Serikat, misalnya, sebagai pelaku pelanggaran HAM terburuk selama 50 tahun terakhir, sejak negara adidaya itu mengeluarkan kebijakan perang terhadap terorisme dan invasinya ke Irak.
Dalam laporan tahun 2004-nya, lembaga HAM yang berbasis di London ini menyebutkan, apa yang dilakukan AS, menyerang negara lain dengan mengerahkan tentaranya, merupakan pelanggaran hak asasi, mengganggu rasa keadilan dan kebebasan dan membuat dunia menjadi tempat yang mengerikan. Invasi dan penguasaan wilayah Irak oleh otoritas yang dibentuk negara-negara koalisi, menyebabkan ribuan orang di Irak ditahan. Laporan itu juga menyebutkan, ratusan orang dari sekitar 40 negara, dipenjarakan AS tanpa proses hukum di Afganistan.
Amnesti Internasional juga memaparkan, pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan AS, antara lain, penahanan sekitar 6.000 anak-anak migran dengan tuduhan melakukan kenakalan remaja. Anak-anak ini ditahan sampai berbulan-bulan. Di samping itu, polisi dan penjaga penjara di AS, telah menyalahgunakan senjata dan menggunakan bahan kimia terhadap para tahanannya, yang menyebabkan kasus tewasnya sejumlah tahanan di penjara AS.
Yang paling hangat, Amnesti Internasional, mengkritik AS karena berupaya mendapatkan kekebalan hukum dari pengadilan internasional bagi tentaranya yang melakukan kejahatan perang.
Selain AS, Amnesti Internasional menilai Inggris juga telah melakukan pelanggaran HAM di Irak. Ketika AS dan Inggris terobsesi dengan adanya ancaman senjata pemusnah massal, mereka sendiri telah menjadi senjata pemusnah massal yang sesungguhnya.
Laporan lembaga hak asasi manusia Amnesti Internasional ini juga menyoroti masalah pendudukan Israel di Palestina. Lembaga ini bahkan menyebut Israel sebagai penjahat perang karena tindakan brutal yang dilakukannya (Eramuslim, 19/4/2009).
Baru-baru ini, situs WikiLeaks telah merilis lebih dari 400.000 dokumen-dokumen rahasia AS tentang perang Irak dari Januari 2004 sampai Desember 2009. Bocoran dokumen itu mengungkapkan rincian terjadinya perkosaan, penyiksaan, pembunuhan warga sipil yang dilakukan dari helikopter tempur dan insiden lainnya oleh pasukan koalisi dan pasukan Irak, yang bahkan dilakukan di bawah kontrol Obama pada tahun 2009. Dokumen itu juga mengungkapkan bagaimana tentara koalisi menutup mata atas laporan tentang penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan secara ekstrajudisial oleh pemerintah boneka Irak. Pemerintah AS belakangan mengakui kepada BBC bahwa dokumen yang diterbitkan Wikileaks itu adalah dokumen yang asli.
Hanya Islam yang Memuliakan Manusia
Nilai HAM yang nisbi, yang sarat dengan masuknya kepentingan semestinya menyadarkan kita untuk kembali ke nilai-nilai yang paripurna. Itulah nilai-nilai ilahiah. Itulah nilai-nilai Islam. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan kemuliaan manusia. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
Sesungguhnya Kami telah memuliakan keturunan Adam (QS al-Isra’ [17]: 70).
Atas kemuliaan itulah Islam melindungi jiwa manusia dari ancaman sesamanya. Perlindungan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan dan memelihara eksistensi manusia. Karena itu, pembunuhan atas satu jiwa manusia pada hakikatnya sama seperti membunuh semua manusia. Balasan yang layak bagi orang yang membunuh adalah dibunuh pula Semua itu tertuang jelas di dalam al-Quran (lihat QS al-Maidah: 32, al-Baqarah 178-179).
Hak-hak lainya seperti hak memiliki dan mengusahakan harta (ekonomi), hak berpolitik, hak edukasi, dan hak primer yang lain dijamin pemenuhannya oleh Islam melalui tanggung jawab negara dalam merealisasikan kehidupan Islam.
Walhasil, semestinyalah kita kembali pada prinsip-prinsip yang bersumber dari sang Pencipta, Allah SWT. Dengan keyakinan yang penuh dan keikhlasan untuk taat terhadap risalah-Nya, penegakan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia hanya akan terwujud manakala Islam memegang tampuk kekuasaan, dan dunia berada dalam kendali kepemimpinannya. Itulah Khilafah Islamiyah. []

Komentar al-islam:
Kaum Atheis Indonesia Subur di Dunia Maya (Hidayatullah.com, 14/12/2010)
Itulah akibat negara mengadopsi HAM dan kebebasan produk Barat sekular.

Minggu, 12 Desember 2010

Refleksi Muharam : Kewajiban Penegakan Negara Islam

Makna politik penting dari hijrahnya Rosulullah SAW pada bulan Muharam ke Madinah yang sering dilupakan umat Islam adalah kewajiban penegakan negara Islam (ad Daulah al Islamiyah). Hijrahnya Rosulullah SAW ke Madinah sesungguhnya merupakan tonggak penting dari babak baru perjuangan umat Islam.
Di Madinah Rosulullah SAW membangun peradaban baru dengan negara baru yang di dasarkan kepada Islam. Rosulullah SAW diangkat menjadi pemimpin negara yang bertanggungjawab mengurus urusan umat (rakyat) secara keseluruhan. Sementara hukum yang berlaku adalah hukum Islam. Keberadaan pemimpin , rakyat dan hukum ini cukup untuk mengatakan apa yang dibangun oleh Rosulullah SAW di Madinah adalah sebuah negara atau memenuhi karakteristik sebuah negara .
Yang menarik negara baru yang dibangun Rosulullah SAW ini dihuni oleh warga negara yang beragam (pluralitas bukan pluralisme). Terdapat Yahudi Bani Auf, Yahudi Bani Najjar, termasuk masih teradapat orang-orang musyrik penyembah berhala. Namun pluralitas ini tidak menghalangi pemberlakuan hukum Islam oleh negara. Sebab hukum Islam memang bukan hanya untuk muslim tapi merupakan rahmat bagi seluruh manusia (rahmatan lil ‘alamin), termasuk non muslim .
Bahwa yang berlaku adalah hukum Islam tampak dari salah satu point penting dari piagam Madinah (watsiqoh al madinah) . Sebagaimana dalam Siroh Ibnu Hisyam disebutkan apabila muncul perselisihan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian wajib dikembalikan kepada Allah dan Rosulullah SAW . Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT QS An Nisa : 59.
Imam al Mawardi dalam tafsirnya menjelaskan maksud ayat ini sebagai kewajiban taat kepada Allah SWT dalam seluruh perintah dan larangan-Nya dan taat kepada Rosulullah SAW. Beliau juga mengutip penjelasan Mujahid dan Qotadah bahwa makna kembali kepada Allah dan Rosul adalah kembali kepada kitabullah dan sunnah Rosul (ila kitabillah wa sunnati rosulihi).
Yang membedakan dengan konsep negara nation-state, wilayah kekuasaan negara Islam ini tidak berhenti pada batasan-batasan kebangsaan, tapi meluas sebagai konsekuensi kewajiban mendakwah Islam ke seluruh penjuruh dunia. Jumlah penduduk yang masih sedikit di masa Rosul dengan batas wilayah masih sekitar Madinah, tidak menjadi alasan untuk mengatakan bahwa itu adalah negara. Bukankah Singapura, Brunai Darussalam, Swiss adalah tetap dikatakan negara meskipun penduduknya sedikit ? Apalagi kemudian negara Islam dimasa Khulafaur-rosyidin dan kholifah selanjutnya meluas hampir mencapai 2/3 dunia dengan jutaan orang penduduknya ?
Bukti bahwa Madinah merupakan negara Islam , tampak jelas dari apa yang dipraktikkan Rosulullah SAW sebagaimana lazimnya kepala negara. Rosulullah SAW memimpin kaum muslimin, mengatur . urusan-urusan dan kepentingan rakyatnya, memenuhi kebutuhan pokok, menjamin keamanan dan kesehatan dan melindungi penduduk Madinah.
Rosulullah SAW menjadi hakim (qodhi) saat terjadi perselisihan antara rakyatnya, termasuk mengangkat Ali bin Abi Tholib, Mu’adz bin Jabal, dan Abu Musa al Asy’ari sebagai qodhi di di Yaman. Untuk membantu pemerintahannya Rosululah SAW mengangkat Mu’ad bin Jabal menjadi wali (setingkat gubernur) di Janad, Kholid bin Walid sebagai amil (setingkat walikota) di Shun’a, Ziyad bin Lubaid wali di Hadramaut, Abu Dujanah sebagai amil di Madinah.
Dalam politik luar negeri, Rosulullah saw mengirim surat-surat diplomatik ,utusan diplomatik, yang intinya mengajak negara dan kerajaan lain untuk memeluk agama Islam. Termasuk menjadi amirul jihad (pemimpin perang) dalam berbagai pertempuran. Mengirim Hamzah bin Abdul Muthalib dan sahabat lainnya dalam detasemen menyerang Quraisy, mengutus antara lain Zaid bin Haritsah menyerang Romawi, Kholid bin Walid menyerang Dumatul Jandal. Semua ini merupakan fakta tak terbantahkan bahwa Madinah adalah sebuah negara.
Adapun kewajiban mendirikan negara Islam yang kemudian disebut juga sebagai Khilafah Islam adalah merupakan konsekuensi dari kewajiban menerapkan seluruh syariah Islam sebagai bukti keimanan seorang muslim. Keberadaan negara (kekuasaan) adalah hal yang mutlak untuk itu. Kewajiban syariah Islam seperti dalam menetapkan mata uang berdasarkan dinar (emas) dan dirham (perak), mengadili pihak yang bersengketa, menjatuhkan hukuman terhadap pelaku kriminal, mengirim pasukan, menjamin pendistribusian harta di tengah masyarakat, menjamin kebutuhan pokok rakyat adalah masuk dalam wewenang negara bukan kelompok atau individu .
Karena itu menyatakan negara Islam tidak wajib adalah sebuah kebodohan , karena kewajiban menerapkan syariah Islam secara total berarti kewajiban mewujudkan negara yang didasarkan pada Islam. Termasuk kebodohan yang lain, kalau mengatakan negara Islam adalah ancaman bagi negara atau rakyat. Bagaimana mungkin negara yang akan menerapkan hukum Allah SWT yang memiliki sifat Maha Pengasih dan Penyayang dikatakan sebagai ancaman bagi manusia ?
Kewajiban mulia ini tidak pernah diperdebatkan oleh ulama-ulama terkemuka dan mukhlis sebelumnya sebagaimana dinyatakan Imam an Nawawi dalam syarh Shohih Muslim : “Mereka (para imam madzhab) telah bersepakat bahwa kaum muslimin wajib mengangkat seorang Kholifah”. Walhasil refleksi terpenting dari peristiwa hijrahnya Rosulullah SAW pada bulan Muharram ini adalah kesungguhan-sungguhan untuk berjuang mengembalikan kembali Negara Islam yakni negara Khilafah yang akan menerapkan seluruh syariah Islam, menyatukan dan melindungi umat Islam (Farid Wadjdi)

Pejuang Syari'ah & Khilafah