Assalamu Alaikum Wr.Wb. SELAMAT DATANG KEPADA SELURUH PEJUANG SYARI'AH & KHILAFAH ........

Senin, 15 November 2010

Saatnya Khilafah Memimpin dunia

Video Obama Penerus Bush_ Pembantai Kaum Muslim

Pidato Obama di UI : Beracun dan Penuh Kebohongan !

Dua Perkara Substansial yang menghancurkan kemanusiaan dilakukan Obama dan Presiden AS lainnya : Pembunuhan dan Perampokan
Ada dua poin penting dari pidato Obama di Universitas Indonesia (Rabu; 10/11/2010) penuh racun dan kebohongan. Seperti lazimnya presiden AS yang lain Obama dalam kuliah umumnya kembali ‘mengajarkan’ kita tentang demokrasi, HAM,pluralism, dan pasar bebas. Dikemas dengan retorika menarik dan simpati dengan dua senjata ampuh : pujian terhadap Indonesia dan nostalgia masa lalu. Membius meski yang disampaikan racun.
Demokrasi adalah racun dan ide kufur. Dengan prinsip utama kedaulatan di tangan rakyat demokrasi telah menjadi akal dan hawa nafsu manusia menjadi standar dalam membuat hukum (mashdarul ahkam). Padahal dalam Islam, hak membuat hukum hanyalah milik Allah SWT (QS Yusuf : 40).Demokrasi telah melahirkan UU dan kebijakan yang berdasarkan hawa nafsu yang merugikan rakyat seperti UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan dan lainnya.
HAM dengan pilar utama liberalisme juga racun yang tak kalah berbahaya. Liberalisme agama,bukanlah sekedar kebolehan beragama tapi juga kebebasan untuk keluar dari agama (termasuk murtad dari Islam), bahkan tidak beragama sekalipun. Liberalisme terbukti telah menumbuh suburnya kemaksiatan yang menjadi pangkal kemurkaan Allah SWT. Pelaku dan pendukung homoseksual, seks bebas, pornografi, aliran sesat , selalu mengedepankan argumentasi HAM untuk membenarkan kemaksiatan mereka.
Adapun pluralism , bukanlah sekedar pengakuan tentang keberagaman (pluralitas) yang sebenarnya tidak dipersoalkan dalam Islam . Tapi ide pluralism memiliki racun tersembunyi, berupa pengakuan terhadap kebenaran semua agama dengan alasan sama-sama pengikut Tuhan. “We are all God’s follower (kita semua pengikut Tuhan)” demikian Obama menyebutnya . Secara politik pluralisme juga menjadi alat untuk menghalangi tegaknya syariah Islam yang merupakan kewajiban aqidah muslim . Alasannya, semua agama harus dihargai dalam masyarakat.
Point penting kedua dari kuliah umum Obama adalah kebohongan. Dalam pidatonya Obama mengatakan : the United States is committed to human progress ( Amerika Serikat berkomitmen untuk kemajuan manusia). Apa yang dilakukan oleh AS bukanlah untuk kepentingan kemanusian tapi elit pemilik modal . Untuk itu mereka menghalalkan segala cara. Termasuk melakukan dua hal substansial yang menghancurkan kemanusian:pembunuhan dan perampokan. Dua perkara substansial ini secara konsisten dilakukan oleh presiden Amerikan termasuk Obama.
Negara itu sampai sekarang masih melakukan pembunuhan terhadap umat Islam di Iraq, Afghanistan, dan Pakistan. Amerika merampok kekayaan alam dunia ketiga yang kaya termasuk Indonesia, sementara rakyat yang dirampok hidup dalam kemiskinan. Seperti apa yang AS lakukan di Papua, Aceh, Riau, Blok Cepu, atau Natuna.
Dalam hubungan AS dan Islam, Obama mengatakan tidak memerangi Islam tapi al Qaida yang dia sebut sebagai teroris. Masalahnya, siapapun yang tidak sejalan dengan Amerika dan menentang penjajahan Amerika termasuk rakyat sipil akan disebut sebagai Al Qaida atau berhubungan dengan al Qaida. Itu berarti mereka berhak untuk dibunuh.
Obama disatu sisi menyatakan rakyat Amerika dan dunia terancam oleh kelompok teroris , di sisi lain Obama menutup mata bagaimana tentara-tentera Amerika melakukan teror dan pembunuhan terhadap ratusan ribu umat Islam. Obama juga tidak menyinggung sama sekali teror yang dilakukan tentara Zionis Israel .Pertanyaan kita, apakah bagi Obama hanya rakyat Amerika yang disebut manusia yang harus dilindungi , sementara nyawa umat Islam di Irak,Afghansitan, dan Palestina bukan manusia atau dia anggap binatang hina ?
Berkaitan dengan Afghanistan, Obama menggunakan kalimat-kalimat kunci seperti AS bersama koalisi negara-negara (a coalition of nations ), membangun pemerintah dan masa depan Afghanistan, memberi tempat yang aman bagi ekstrimis kekerasaan (violent extremists).
Istilah koalisi negara jelas untuk mendapat legitimasi internasional . Disisi lain, Obama tampaknya dengan sengaja menyembunyikan kata tentara koalisi , padahal yang dikirim ke Afghansitan adalah tentara-tentara koalisi ¸ NATO dengan mayoritas tentara Amerika . Sejak dilantik sebagai Presiden Januari 2010 lalu, jumlah pasukan Amerika di Afghanistan meningkat tiga kali lipat hingga mencapai 150 ribu personel tentara.
Obama sengaja menutupi motif ekonomi Amerika di Afghanistan dengan menyalahkan apa yang disebut dengan kelompok ekstrimis kekerasan. Padahal bukan merupakan rahasia lagi, kalau tujuan penting politik luar negeri Amerika disamping kepentingan politik tidak bisa dilepaskan dari ekonomi. Mengingat Afghanistan merupakan masuk dalam kawasan Eurasia yang strategis disamping Asia Tengah , Pakistan dan Barat Irian. Kawasan Eurasia adalah sangat strategis secara politik maupun ekonomi.
Zbigniew Brzezinski menggambarkan kawasan itu dengan kata-kata : “Eurasia is home to most of the world’s politically assertive and dynamic states. All the historical pretenders to global power originated in Eurasia. The world’s most populous aspirants to regional hegemony, China and India, are in Eurasia, as are all the potential political or economic challengers to American primacy. After the United States, the next six largest economies and military spenders are there, as are all but one of the world’s overt nuclear powers, and all but one of the covert ones. [A Geostrategy for Eurasia , Foreign Affairs, September/October 1997]
Karena itu tujuan Amerika sesungguhnya dikawasan itu antara lain : menghalangi hegemoni Rusia dan China terhadap Asia dan Eropa, menghalangi munculnya Daulah Khilafah, mengontrol sumber-sumber minyak dan gas di laut Kaspia dan Timur Tengah,mengontrol sumber-sumber hidrokarbon dari laut Kaspia dan Timur Tengah dan menjamin transportasinya ke kepentingan-kepentingan vitalnya.
Pernyataan Obama yang menyatakan AS bertujuan membangun pemerintah Afghanistan yang stabil adalah tipuan untuk menutupi maksud sebenarnya Amerika Serikat. Mirip yang dilakukan penjajah kolonialis lama yang sering mengatakan untuk membangun peradaban bangsa terbelakang untuk melegalkan penjajahan mereda di seluruh dunia. Apalagi semua tahu rezim Hamid Karzai yang korup adalah pemerintahan boneka yang dibentuk oleh Amerika Serikat dengan rekayasa demokrasi palsu.
Obama juga berbohong tentang mujahidin yang dia sebut ekstrimis kekerasan. Padahal yang dilakukan oleh mujahidin adalah membebaskan negara mereka dari penjajahan Amerika dan Barat. Kita juga mempertanyakan istilah ekstrimis kekerasaan (violent extremists) yang digunakan Obama . Kalau para mujahidin yang membela negaranya dari penjajahan dia sebut ekstrimis kekerasan, bagaimana dengan tentara NATO yang menggunakan berton-ton bom canggih , pesawat tanpa awak, dan zat kimia di Afghanistan yang membunuh kaum muslimin disana?
Adapun tentang Irak Obama membanggakan diri telah menarik 100 ribu pasukan dari Irak. Seakan-akan Obama tidak menginginkan peperangan dan cinta perdamaian . Kalau itu benar kenapa Amerika mengirim 30 ribu pasukan tambahan ke Afghanistan ? Kenapa pula Depertemen Luar Negeri AS berencana mengirim 7000 personil dari perusahaan kontraktor swasta yang tidak kalah kejamnya ke Irak ?
Surat kabar Inggris, The Guardian (ahad,15/8) menegaskan penarikan pasukan pendudukan Amerika dari Irak hanya “simbolis” saja untuk menyelamatkan Presiden Barack Obama dari warisan pendahulunya, George W. Bush.  AS berencana membuat Irak seperti Korea Selatan dengan menempatkan 30 ribu pasukan permanen di pangkalan militer AS yang tersebar di Irak.
Kenneth M. Pollack dalam tulisannya di Washington Post (22/08/2010) menyatakan klaim AS tidak lagi memiliki pasukan tempur di Irak adalah sekedar mitos. Menurutnya, dari sekitar 50.000 personil militer Amerika yang berada di Irak, mayoritasnya masih merupakan pasukan tempur – mereka hanya diberi nama lain.
Tampak sangat jelas Obama ingin mengesankan bahwa dia sedang mengupayakan perdamaian di Palestina. Sesuatu yang juga dilakukan oleh presiden Amerika lainnya namun tanpa hasil berarti. Penyebabnya perdamaian yang dimaksud Amerika mensyaratkan pengakuan terhadap penjajah Yahudi dan pelecutan senjata para pejuang Palestina .
Amerika juga sejak awal bukanlah mediator perdamaian yang netral, karena telah dengan tegas menyatakan berada pada pihak Israel. Obama bahkan menyatakan dukungannya terhadap negara Zionis Israel adalah harga mati yang tidak bisa diubah.
Usulan dua negara yang hidup berdamping (two states solution)juga omong kosong. Karena itu berarti mengakui legalitas penjajah Israel yang kuat yang berdampingan dengan negara merdeka Palestina yang semu karena tidak dibolehkan memiliki kekuatan yang dianggap mengancam negara Zionis itu.
Kita patut bertanya kalau Obama memang sunguh-sungguh menginginkan perdamaian kenapa AS dibawah Obama justru memperkuat militer Israel yang jelas-jelas digunakan untuk membunuh umat Islam. Dalam kampanyenya, Obama juga berjanji untuk meningkatkan bantuan Amerika ke Israel hingga 30 milyar dollar dalam jangka waktu 10 tahun. Amerika Serikat baru-baru ini menjual 20 jet tempur F-35 ke Israel. Semua tahu dengan persenjataan canggih bantuan Amerika itulah Zionis Israel melakukan pembantaian terhadap umat Islam di Gaza dan Lebanon Selatan.
Ironisnya di Universitas Indonesia yang mengklaim sebagai markas para intelektual itu , pidato Obama yang penuh racun dan kebohongan disambut dengan antusias dan tawa. Action speaks louder than words, perbuatan keji yang dilakukan Amerika adalah lebih penting untuk menunjukkan siapa Amerika dari pada kata-kata manis yang diumbar Obama. Bagaimana mungkin pemimpin negara yang paling banyak melanggar kemanusiaan di dunia ini dianggap layak untuk mengajari Indonesia. Dan kita lupa, tepuk tangan itu merupakan legitimasi terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT ! (Farid Wadjdi)

Mempersiapkan Suasana Nushrah

Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy[1]
Ada sebuah pertanyaan penting yang sering dilontarkan para pengemban dakwah  Islam, yaitu; kapan Hizb dan dakwah ini berhasil mencapai tujuannya; dan kapan umat berhasil meraih kekuasaan dan menegakkan Khilafah Islamiyyah melalui aktivitas thalabun nushrah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, para pengemban dakwah harus memahami secara seksama pra kondisi thalabun nushrah, realitas umat Islam, kesiapan umat untuk menerima nushrah, serta apakah nushrah tersebut memiliki kapasitas untuk mendorong terjadinya penyerahan kekuasaan?
Dalam konteks thalabun nushrah, ada beberapa perkara penting yang harus dimengerti para pengemban dakwah Islam, yaitu:
  1. Pengertian thalabun nushrah secara bahasa maupun istilah.
  2. Bagaimana suasana thalabun nushrah di Madinah al-Munawarah dipersiapkan, dan bagaimana suasana itu dipersiapkan pada masa sekarang.
  3. Realitas umat sekarang, dari sisi apakah mereka telah memiliki kesiapan untuk menerima perkara yang besar ini, ataukah belum.
  4. Bagaimana cara menyempurnakan thalabun nushrah hingga memiliki kapasitas untuk mendorong terjadinya penyerahan kekuasaan?
Pengertian Thalabun Nushrah
An-Nushrah dan al-munâsharah memiliki makna i’ânah ‘alâ al-amr (menolong atas suatu perkara).  Orang Arab menyatakan, “nasharahu ‘alâ ‘adwihi wa yanshuruhu nashran (menolong seseorang atas musuhnya, dan ia sedang memberikan sebuah pertolongan).  Di dalam hadits shahih, Nabi saw bersabda, “Unshur akhâka zhâliman au mazhlûman”. Makna sabda Nabi saw ini adalah, menolong orang tersebut dari orang yang menzaliminya.  Kata bendanya adalah an-nushrah. [Ibnu Mandzur, hal.210]
Sedangkan menurut istilah, thalabun nushrah adalah aktivitas meminta pertolongan (nushrah) yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan (amîr) kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk tujuan penyerahan kekuasaan dan penegakkan Daulah Islamiyyah, atau untuk tujuan-tujuan lain yang berhubungan dengan dukungan terhadap dakwah, misalnya: (1) untuk melindungi para pengemban dakwah di negeri-negeri Islam, agar mereka mampu menyampaikan maksud dan tujuan dakwah mereka di tengah-tengah masyarakat, (2) untuk menyingkirkan berbagai macam keburukan, baik yang akan menimpa maupun yang telah menimpa pengemban dakwah.  Misalnya, meminta pertolongan dari tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh pada kekuasaan agar penguasa tidak memasukkan pengemban dakwah ke dalam penjara, atau berdiri di sampingnya ketika pengemban dakwah harus menghadapi persidangan, dan lain sebagainya; (3) untuk mempopulerkan dan menunjukkan kekuatan Hizbut Tahrir kepada masyarakat dengan cara memberdayakan orang-orang yang memiliki kekuataan dan pengaruh, setelah mereka masuk Islam dan qana’ah terhadap pemikiran-pemikiran dan tujuan-tujuan dakwah Hizbut Tahrir.
Adapun thalabun nushrah yang ditujukan untuk aktivitas istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan) dan penegakkan Daulah Khilafah Islamiyyah, maka ia membutuhkan kondisi-kondisi dan syarat-syarat yang berbeda dengan semua bentuk thalabun nushrah yang telah dijelaskan di atas.  Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
  1. Terbentuknya opini umum (ra’yu al-’âm) tentang Islam dan Hizb yang bersumber dari kesadaran umum (wa’yu al-’âm) di suatu negeri Islam.
  2. Terpenuhinya syarat-syarat khusus di suatu negeri yang hendak dimintai nushrah.  Syarat-syarat yang dimaksud adalah: negeri tersebut memiliki kemampuan untuk melindungi eksistensi dan keberlangsungan Daulah Islamiyyah. Negeri tersebut harus mampu memberikan proteksi mandiri terhadap Daulah Islamiyyah dan tidak di bawah proteksi negara lain, atau dikuasai secara langsung oleh negara lain.
  3. Keikhlasan ahlul quwwah dalam menolong dakwah, penerimaan mereka yang sempurna terhadap Islam dan Daulah Islamiyyah, serta tidak adanya keraguan dan kekhawatiran pada diri mereka terhadap kekuatan lain atau negara lain, atau terhadap kelompok-kelompok Islam lain maupun kelompok non Islam yang memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan Islam.
Thalabun nushrah min ajli istilâm al-hukmi (thalabun nushrah untuk meraih kekuasaan) adalah hukum syariat yang berhubungan erat dengan metode meraih kekuasaan.  Penyerahan kekuasaan tidak akan terjadi tanpa adanya aktivitas thalabun nushrah serta terpenuhinya syarat-syarat di atas; sama saja apakah kekuasaan tersebut diserahkan oleh atau diminta dari ahlul quwwah.
Bagaimana Suasana Nushrah Dipersiapkan di Madinah, dan Bagaimana Suasana itu Dipersiapkan Pada Saat Sekarang?
Siapa saja yang mengkaji sirah Nabi saw akan menyaksikan bahwa Nabi saw melakukan beberapa aktivitas penting dan berkesinambungan sebelum mempersiapkan suasana nushrah dan penyerahan kekuasaan di Madinah.  Langkah pertama yang beliau lakukan adalah mengontak delegasi suku Khazraj yang berkunjung ke Mekah dan meminta mereka masuk ke dalam Islam.  Setelah masuk Islam, Nabi saw memerintahkan mereka kembali ke Madinah untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Setibanya di kota Madinah, mereka menampakkan keislaman mereka dan mengajak kaumnya masuk ke dalam Islam.  Jumlah kaum Muslim terus bertambah.  Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah saw.  Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang.  Nabi saw menerima mereka dan mengutus Mush’ab bin ‘Umair ra. untuk menjadi pengajar mereka di Madinah.  Akhirnya, melalui tangan Mush’ab bin ‘Umair ra, pembesar-pembesar Auz dan Khazraj masuk ke dalam agama Islam dan menunjukkan dukungan dan loyalitas yang amat kuat terhadap Islam. Setelah melihat kesiapan masyarakat Madinah, yang tampak pada masuk Islamnya pembesar-pembesar Auz dan Khazraj serta terbentuknya opini umum tentang Islam yang lahir dari kesadaran umum pada penduduk Madinah, Nabi saw meminta mereka untuk menemui Beliau saw pada musim haji.
Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa realitas Madinah sebelum terjadinya bai’at ‘Aqabah II -bai’at yang menandai terjadinya penyerahan kekuasaan di  Madinah- adalah realitas yang dipersiapkan untuk pembentukan opini umum membela Islam dengan kekuatan.  Artinya, Madinah dipersiapkan sedemikian rupa hingga Islam diterima oleh mayoritas penduduk Madinah dan menjadi opini umum yang mampu mendominasi penganut-penganut agama lain di Madinah.  Tidak hanya itu saja, opini umum tersebut juga ditujukan agar masyarakat Madinah siap membela kepemimpinan baru -yakni kepemimpinan Rasulullah saw.  Artinya, opini umum di sana dipersiapkan begitu rupa hingga masyarakat Madinah siap menerima kepemimpinan gerakan Nabi saw.   Opini umum untuk membela Islam tersebut lahir dari kesadaran umum mayoritas masyarakat Madinah dan pembesar-pembesarnya atas hakekat Islam dan atas Rasulullah saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan pemimpin takattul shahabat. Ringkasnya, opini umum yang terbentuk di Madinah adalah opini umum yang lahir dari kesadaran umum masyarakat Madinah terhadap Islam dan kesadaran mereka untuk membela Rasulullah saw.
Rasulullah saw belum bersedia menerima nushrah li istilâm al-hukm, kecuali setelah kondisi-kondisi di atas terwujud dan yakin dengan kesiapan penduduk Madinah.  Setelah yakin terhadap kesiapan penduduk Madinah untuk menerima dan membela kekuasaan Islam, Rasulullah saw meminta wakil penduduk Madinah dengan disertai Mush’ab bin ‘Umair menemui beliau saw di bukit ‘Aqabah. Tujuan pertemuan itu adalah meminta nushrah dari penduduk Madinah agar menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada Rasulullah saw dan meminta kesediaan mereka untuk membela Rasulullah saw dengan harta, anak-anak, isteri, dan nyawa mereka.  Aktivitas thalabun nushrah di bukit ‘Aqabah -sebagai langkah muqaddimah istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan)- menjadi sempurna setelah Nabi saw tiba di Madinah dan menegakkan Daulah Islamiyyah di sana.
Terbentuknya opini umum yang lahir dari kesadaran umum merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu negeri yang hendak ditegakkan thalabun nushrah li istilâm al-hukm.  Hanya saja, negeri tersebut juga harus memiliki kemampuan untuk melindungi eksistensi dan kelangsungan Daulah Islamiyyah secara mandiri, dan tidak dibawah kendali atau dominasi negara lain.  Opini umum untuk membela Islam, Hizb dan pengikutnya harus lahir dari kesadaran umum untuk membela Islam dan Hizb.  Jika kondisi ini tidak terpenuhi, maka di negeri tersebut tidak mungkin ditegakkan aktivitas thalabun nushrah li istilâm al-hukm, baik secara syar’iy maupun ‘aqliy. Jikalau dipaksakan untuk dilakukan aktivitas nushrah di negeri tersebut, maka selain melanggar ketentuan syariat dalam hal thalabun nushrah, aktivitas tersebut juga akan berujung kepada kegagalan dan kehancuran.
Yang dimaksud dengan opini umum pada konteks sekarang adalah, adanya keinginan untuk diatur dan diperintah oleh kekuasaan Islam pada mayoritas kaum Muslim yang ada di sebuah negeri yang layak dilakukan thalabun nushrah.   Keinginan tersebut juga harus muncul pada diri ahlu al-quwwah -panglima perang, pemimpin kabilah, dan lain sebagainya-, dan tidak cukup hanya muncul pada mayoritas kaum Muslim belaka.
Adapun yang dimaksud dengan kesadaran umum (wa’y al-’âm) adalah kesadaran umum terhadap beberapa hal; (1) tentang Islam, terutama pemikiran tentang Khilafah dan kekuasaan; (2) permusuhan dan upaya-upaya penyesatan yang dilakukan kaum kafir untuk menghalang-halangi tegaknya Khilafah, (3) umat tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari problematikanya, kecuali jika mereka mampu membebaskan dirinya dari pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum kufur, dan (4) kesadaran terhadap tipu daya dan permainan politik kaum kafir untuk memalingkan umat dari jalan yang benar.  Yang dimaksud dengan kesadaran umum di sini bukanlah kesadaran terhadap persoalan-persoalan tertentu, semacam ‘aqidah dan syariah secara rinci dan mendalam.  Pasalnya, kesadaran seperti ini tidak mungkin diwujudkan kecuali di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah.
Di samping kesadaran umum terhadap perkara-perkara di atas, di tengah-tengah umat juga harus tumbuh kesadaran tentang Hizbut Tahrir dan keikhlasannya dalam membebaskan umat dari dominasi sistem kufur, dan kesiapannya untuk  menyongsong perkara yang amat besar ini.
Realitas Umat Islam; Mereka Siap Menerima Perkara Besar Ini Atau Belum Siap
Keadaan umum umat Islam sekarang menunjukkan bahwa mereka berhasil menyiapkan atmosfer nushrah dan istilâm al-hukm.   Hal ini bisa dilihat dari realitas berikut ini:
1. Opini umum untuk membela Islam.
Di banyak negara, opini umum untuk membela Islam, dan keinginan untuk  hidup di bawah naungan Daulah Islamiyyah telah terbentuk secara masif pada mayoritas penduduknya. Keadaan seperti ini bisa dijumpai di Aljazair, Turki, Sudan, Mesir, Yordan, Pakistan.  Masifnya opini umum di negeri-negeri ini bisa dilihat dari hasil pemilihan umum serta masirah-masirah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam yang secara terbuka menyerukan syi’ar-syi’ar Islam.
2. Terjadinya proses pembentukan opini umum untuk membela Hizb di beberapa negeri Islam.
Pembentukan opini umum untuk membela Hizb, dari sisi penerimaan umat terhadap pemikiran-pemikiran penting Hizb, seperti pemikiran Khilafah Islamiyyah, dan pandangan-pandangan politiknya, telah berhasil cukup baik.  Di beberapa negara, seperti Indonesia, Turki, Sudan, dan Pakistan, Hizb telah berhasil menghimpun umat, sehingga mereka rela membantu dan membela Hizb dalam melawan sepak terjang kaum kafir.
Sayangnya, opini umum untuk membela Hizb masih harus menghadapi sejumlah halangan, sehingga tidak memungkinkan bagi Hizb untuk memimpin umat dan meraih kekuasaan dari mereka.   Faktor-faktor penghalangnya adalah sebagai berikut; (1) pendustaan opini yang dilakukan oleh para penguasa terhadap Hizb, semacam dikembangkannya opini bahwa Hizb adalah gerakan teroris, menyimpang, sesat, dan lain sebagainya. (2) penyesatan opini yang dilakukan oleh ulama-ulama yang menjadi kaki tangan penguasa fasik dan zalim untuk menyerang Hizb, keikhlasannya serta pandangan-pandangannya. Misalnya, mereka mengembangkan pemikiran bolehnya banyak pemimpin di negeri-negeri Islam, utopisnya Khilafah, keharusan menerima demokrasi, dan lain sebagainya, (3) adanya partai, ormas, dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki hubungan dengan penguasa maupun negara-negara imperialis yang terus menikam Hizb dan keikhlasannya.
Tetapi, upaya pendustaan dan penyesatan opini, maupun tikaman-tikaman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok lain, sedikit demi sedikit mulai tersingkap.  Akibatnya, umat semakin yakin akan kepemimpinan dan keikhlasahan Hizb dalam memperjuangkan hak-hak umat.  Opini umum untuk membela Islam, Hizb dan aktivisnya semakin hari semakin menguat, dan tumbuh pesat hampir di seluruh negeri-negeri Islam.
Taktik Menyempurnakan Aktivitas Nushrah Pada Era Sekarang
Aktivitas thalabun nushrah untuk meraih kekuasaan umat hanya bisa sempurna ketika opini umum yang lahir dari kesadaran umum untuk membela Islam dan Hizb telah lahir di tengah-tengah umat secara sempurna pada sebuah negeri yang hendak ditegakkan Daulah Islamiyyah di dalamnya.   Namun, musuh-musuh dakwah, terutama kaum kafir imperialis dan para penguasa antek berusaha menghalang-halangi terwujudnya opini umum tersebut dengan cara menyerang pandangan-pandangan Hizb, keikhlasannya, serta metode perubahan yang ditempuh oleh Hizb.  Ini ditujukan agar opini umum tentang Islam dan Hizb yang lahir dari kesadaran untuk membela Islam dan Hizb tidak tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
Atas dasar itu, tugas utama dari Hizb adalah menjaga konsistensi dirinya untuk berpegang teguh di atas pemikiran dan pandangannya yang shahih, serta menjaga keikhlasan perjuangannya dari semua bentuk tipu daya dunia.   Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa tugas utama Hizb pada masa sekarang, sebagai langkah konkret untuk menyiapkan suasana nushrah adalah berpeguh teguh kepada mabda’ Islam tanpa pernah bergeser seujung rambut pun, dan menjaga keikhlasan perjuangannya dari seluruh bentuk penyimpangan dan tendensi-tendensi dunia.
Adapun aktivitas yang harus dilakukan oleh Hizb untuk mewujudkan perkara-perkara di atas adalah sebagai berikut:
Pertama, memelihara keikhlasan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT dengan cara memupuk ketaatan dan mendekatkan diri kepadaNya pada seluruh aspeknya.  Pasalnya, Allah tidak akan menyerahkan amanah agama ini kecuali kepada orang-orang yang bertaqwa, ikhlash, dan dekat denganNya. (lihat QS an-Nur [24]:55)
Kedua, sabar untuk selalu berkorban dan melaksanakan tugas-tugas dakwah dengan sungguh-sungguh.   Kaum kafir imperialis berusaha untuk menghancurkan kekuatan Hizb melalui kaki tangan mereka dari kalangan penguasa-penguasa Muslim.  Untuk itu, pada saat Hizb berhasil merengkuh dukungan umat secara massif melawan sistem kufur dan penjaganya, seperti yang terjadi di Uzbekistan, para penguasa segera mendeklarasikan perang melawan aktivis dan pendukung Hizb. Dalam kondisi semacam ini, aktivis-aktivis Hizb tidak boleh surut ke belakang, atau mengendorkan perjuangannya.  Sebaliknya, mereka harus mencurahkan segenap tenaga dan pengorbanannya untuk berpegang teguh kepada perjuangan Hizb yang lurus dan suci.
Ketiga, meningkatkan tenaga dan aktivitas yang ditujukan untuk “membentengi” umat.  Pasalnya, musuh-musuh Islam berusaha terus menerus untuk meletakkan di hadapan umat berbagai macam pendustaan, penyesatan, dan makar terhadap Hizb, pemikiran, dan pandangan-pandangannya.   Upaya itu dilakukan untuk menjauhkan umat dari Hizb dan aktivisnya.  Oleh karena itu, aktivis Hizb harus meningkatkan tenaga dan aktivitas yang ditujukan untuk membentengi dari semua bentuk penyesatan, pendustaan, dan makar terhadap Hizb dan aktivisnya; sekaligus untuk menghancurkan dinding penyesatan yang diletakkan di hadapan umat. (lihat QS at-Taubah [9]: 105).
Keempat, para aktivis Hizb harus menonjolkan karakter dirinya sebagai seorang Mukmin yang selalu ikhlash dalam beramal dan senantiasa mengikatkan diri dengan hukum syariat, serta tekun dalam ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.  Seorang pengemban dakwah harus rajin membaca al-Quran dan mengajak masyarakat untuk membaca al-Quran, hadir dalam sholat berjama’ah di masjid, mendirikan sholat malam, berinfaq, dan lain sebagainya.
Aktivitas-aktivitas inilah yang akan mendekatkan Hizb dan aktivisnya kepada nushrah Allah (pertolongan Allah) pada periode tafâ’ul ma’a al-ummahWalLâhu al-musta’ân wa huwa waliyu at-tawfîq.

[1] Disarikan dari tulisan Abu al-Mu’tashim, Tahayya`u al-Ajwâ` li Thalab an-Nushrah, Majalah al-Wa’i (berbahasa arab) ed. 282-283, Beirut.

Kriminalisasi Negara Islam

Perang ideologi selalu dimulai dalam bentuk perang pemikiran. Selama dasawarsa terakhir, negara-negara Barat di bawah pimpinan AS gencar mengembangkan ide-ide yang muncul dari ideologi mereka, yakni Kapitalisme-Sekularisme di negeri-negeri Muslim. Di antaranya adalah nasionalisme, demokrasi, pluralisme politik, HAM, kebebasan dan politik pasar bebas. Melalui kalangan intelektual yang menjadi ’abdi dalem’ mereka, ide-ide tersebut dipropagandakan sebagai sistem modern yang mampu melahirkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, syariah Islam, khususnya yang terkait dengan sistem politik dan pemerintahan. yakni Khilafah Islamiyah, terus mereka kritik sebagai ide utopis yang tidak relevan lagi dengan kondisi dunia modern.
Namun kini, setelah sistem Kapitalisme semakin tampak kebobrokannya secara telanjang, sementara seruan penegakan syariah dan Khilafah semakin menguat di berbagai belahan dunia, mereka mulai menggeser perang pemikiran tersebut pada derajat intelektual yang lebih rendah, yakni mereka berupaya membangun brand image negatif bahwa perjuangan penegakan syariah dan Khilafah identik dengan perbuatan kriminal. Misal, mereka membangun opini publik bahwa pelaku terorisme di berbagai tempat di dunia ini dilatarbelakangi oleh perjuangan penegakan Negara Islam (baca: Khilafah). Dengan itu mereka berharap nantinya akan terjadi penolakan massif dari masyarakat terhadap ide penegakan syariah dan Khilafah. Semua itu tentu bermuara pada satu tujuan, yaitu memberangus Islam sebagai kekuatan politik ideologis serta menghalangi tegaknya Khilafah Islamiyah dan penerapan syariah Islam secara kaffah.
Kriminalisasi Negara Islam
Proses kriminalisasi terhadap ide syariah dan Negara Islam atau Khilafah akhir-akhir ini makin menguat dan terbuka. Tidak hanya terjadi di negeri-negeri Barat yang menjadi sentral kendali Kapitalisme global, namun juga terjadi di negeri-negeri Islam termasuk Indonesia. Berikut sebagian fakta proses kriminalisasi tersebut yang tampak dilakukan secara sistematik.
Pertama: dalam jumpa pers di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (24/9), Kapolri Jenderal (Pol.) Bambang Hendarso Danuri menyatakan, “Aksi teroris yang dilakukan sejak tahun 2000 hingga kasus terakhir penembakan tiga polisi di Mapolsek Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumut, tahun 2010 memiliki target mengambil alih kekuasaan negara untuk menegakkan Negara Islam” (Kompas, 25/9/2010).
Kapolri juga menambahkan bahwa para tersangka teroris menganggap harta hasil perampokan sebagai fai yang sah dan halal, karena harta tersebut didapat dari orang kafir.
Sebelumnya, Kapolri juga mengungkapkan bahwa rencana kelompok teroris yang berlatih di pegunungan di Aceh Besar digunakan untuk melancarkan aksi pembunuhan terhadap para pejabat negara saat upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2010. Ketika semua pejabat negara berhasil dibunuh, termasuk Presiden dan Wakil Presiden, kata Kapolri, kelompok teroris akan mendeklarasikan Negara Islam Indonesia (Kompas.com, 14/5/2010).
Hal ini yang kemudian menjadi alasan dan pembenaran atas tindakan aparat Densus 88 yang membabi-buta terhadap orang-orang yang disangka pelaku tindak pidana terorisme. Selama kurun waktu 2000-2010 saja, sebanyak 44 orang yang disangka teroris tewas ditembak aparat. Terakhir, Densus 88 secara arogan dan kasar menginjak-injak tubuh Khairil Ghazali yang sedang menunaikan shalat magrib saat Densus yang berjumlah sekitar 30 orang dan bersenjata lengkap menyerbu dan mendobrak rumahnya. Ghazali dituding sebagai bagian jaringan teroris yang melakukan perampokan Bank CIMB Niaga di Medan.
Kedua: Presiden SBY juga mengeluarkan pernyataan resmi yang mengaitkan kasus terorisme dengan pendirian Negara Islam. Dalam keterangan persnya di Bandara Halim Perdanakusuma, Senin (17/5/2010), sebelum bertolak ke Singapura dan Malaysia, Presiden SBY menegaskan bahwa tujuan dari para teroris adalah mendirikan Negara Islam. Padahal, menurut SBY, perdebatan tentang pendirian Negara Islam sudah rampung dalam sejarah Indonesia. Menurut dia juga, aksi teroris telah bergeser dari target asing ke pemerintah dan menolak kehidupan berdemokrasi. Karena itu, menurut Presiden keinginan mendirikan Negara Islam dan sikap anti demokrasi tidak bisa diterima rakyat Indonesia.
Pernyataan Presiden ini sejalan dengan proyek kontra-terorisme yang berada di bawah Kementerian Koordinator Polhukam. Paradigma dasar yang dibangun pada proyek kontra-terorisme ini adalah mengaitkan terorisme dengan pemahaman agama yang dianggap radikal dan fundamentalis. Berdasarkan asumsi paradigma ini, mereka kemudian membangun strategi deradikalisasi agama. Misal, melalui pengarusutamaan tokoh-tokoh Islam moderat, penerbitan buku-buku Islam moderat, perubahan kurikulum pesantren atau sekolah. Islam moderat yang dimaksudkan adalah Islam yang bisa menerima ide-ide Barat seperti pluralisme, liberalisme, sekularisme dan demokrasi.
Ketiga: pada 27-28 Juli 2010 lalu, Pemerintah mengadakan Simposium Nasional yang bertema “Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme”, di Hotel Le Meridien Jakarta.
Hasil rekomendasi simposium tersebut di antaranya adalah dukungan kepada Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) untuk memainkan peran selaku focal point serta koordinator pencegahan dan pemberantasan teror secara komprehensif. Pemerintah dianggap perlu mengamandemen UU Tindak Pidana Terorisme No. 15 Tahun 2003, terutama tentang kriminalisasi atau perluasan obyek hukum dan perbaikan mekanisme hukum acara, agar lebih mampu menggulung jaringan teroris sebelum beraksi.
Sebagaimana diketahui, BNPT lahir melalui Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 yang ditandatangani Presiden SBY pada tanggal 16 Juli 2010 di Jakarta. Meskipun undang-undang yang berkaitan dengan aspek keamanan belum diundangkan, karena RUU Intelijen baru masuk program legislasi nasional DPR tahun 2010, dengan peraturan Presiden ini bisa dianggap cukup sebagai payung hukum dalam proyek kontra-terorisme.
Keempat: media juga turut memainkan perannya untuk menanamkan opini kepada publik bahwa pelaku terorisme adalah kaum Muslim. Salah satunya tampak dari pemberitaan Detik.com dengan judul, “Penggerebekan Teroris di Bandung, Ditemukan Lembaran Kertas Arab Gundul Soal Hijrah dan Jihad” . Detik.com (8/8) melaporkan dalam mobil milik Fahri, yang ditangkap Densus 88 karena diduga teroris, ditemukan ceceran kertas berisi tulisan Arab gundul, antara lain kumpulan fatwa Ibnu Taimiyah tentang jihad, hijrah dan dakwah. Tentu saja pemberitaan seperti ini sangat tendensius dan dapat menimbulkan citra negatif terhadap syariah Islam.
Selama ini pemberitaan tentang terorisme lebih banyak datang dari Polri secara sepihak. Keterkaitan aksi terorisme dengan perampokan yang dianggap sebagai harta fa’i juga datang sepihak dari Polri, meskipun katanya berdasarkan keterangan pelaku yang ditangkap. Stasiun TVOne termasuk yang terdepan dalam memberitakan kasus terorisme seraya mengaitkannya dengan Islam dan kaum Muslim. Mereka biasanya mendatangkan para narasumber yang selama ini memang concern menuding Islam radikal berada di balik aksi-aksi terorisme. Terkait hal ini tentu tidak bisa dipungkiri kedekatan hubungan Gories Mere dengan Karni Ilyas di TVOne. Gories Mere adalah pengendali satgas anti teror di luar struktur, di samping tugasnya di BNN (Badan Narkotika Nasional).
Kelima: kriminalisasi terhadap syariah dan Khilafah juga gencar dipropagandakan oleh para pemimpin negara-negara Barat, khususnya Amerika dan Inggris. Baru-baru ini sebuah panel ahli keamanan nasional Amerika Serikat mendesak pemerintah Obama untuk meninggalkan sikapnya bahwa Islam tidak terkait dengan terorisme dan menyatakan bahwa Muslim radikal menggunakan hukum Islam untuk menumbangkan Amerika Serikat (The Washington Times ,14/09/2010).
Pada 14/5/2010 lalu, mantan kepala staf Angkatan Darat Inggris, Jenderal Richard Dannat, dalam BBC’s Today Program, dengan sangat gamblang menyatakan bahwa perang di Afganistan adalah perang melawan Islam. Ketika ia ditanya tentang alasan pendudukan di Afganistan, dengan tegas ia menyatakan bahwa hal itu untuk mencegah agenda Islamis yang ingin menegakkan Khilafah Islam abad ke 14 dan 15, yang sekarang bergerak tumbuh dari Asia Selatan, Timur Tengah hingga Afrika Utara.
Sebelumnya, dalam wawancaranya dengan Radio BBC (05/01/2010), Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menyerukan peningkatan intervensi Barat di Yaman. Ia menyerang tuntutan dunia Islam akan Khilafah sebagai ideologi pembunuh dan menganggapnya sebagai penyimpangan terhadap Islam.
Lalu pada Juli 2007, Menteri Pertahanan Inggris saat itu, Lord Wist, ketika menceritakan para pelaku yang berusaha meledakkan mobil di London, ia menyatakan, “Mereka adalah kaum rasis dan puritan. Mereka sedang mencari kekuatan. Mereka adalah orang-orang yang gila harta dan selalu berbicara tentang Khilafah.”
Mantan PM Inggris Tony Blair, di hadapan Konggres Partai Buruh, pernah menyatakan bahwa Islam adalah ideologi iblis (BBC News, 16/7/2005). Ia menjelaskan bahwa ciri-ciri ideologi iblis itu adalah ingin mengeliminasi Israel, menjadikan syariah Islam sebagai sumber hukum, menegakkan Khilafah serta menentang nilai-nilai liberal.
Perlu dipahami bahwa tegaknya Negara Islam, apalagi dalam wujud Negara Islam global Khilafah Islamiyah, sebenarnya sangat ditakuti oleh Barat. Sebab, tegaknya Khilafah akan menghentikan hegemoni Kapitalisme Barat yang telah terbukti gagal memberikan kesejahteraan dan keamanan bagi dunia. Karena itu, tuntutan pelaksanaan syariah Islam secara kaaffah dalam format institusi Khilafah Islamiyah harus dapat dibaca sebagai wujud kepedulian terhadap problema dunia baik ekonomi, sosial, militer, hukum maupun politik yang mengalami krisis dan karut-marut akibat penerapan sistem Kapitalisme global.
Penegakan Khilafah Tanpa Teror
Mayoritas kaum Muslim tentu memiliki pemahaman yang sama, bahwa aksi terorisme yang merusak dan membunuh manusia tanpa hak, apalagi disertai dengan perampokan, merupakan kejahatan besar yang diharamkan oleh Islam.
Sebagaimana diketahui, thariqah (metode) Rasulullah saw. dalam upayanya menegakkan syariah dan Daulah Islamiyah dilakukan melalui proses perang pemikiran, bukan perang senjata. Hal ini tampak dalam aktivitas dakwah beliau pada Periode Makkah yang sama sekali tidak menggunakan kekerasan. Bahkan aksi jihad berupa perang baru dilakukan oleh Rasulullah saw. setelah berdirinya Daulah Islam di Madinah. Karena itu, jika seseorang memiliki pemahaman bahwa kondisi saat ini sama dengan kondisi Makkah maka thariqah dakwah Rasulullah saw. yang tidak pernah menggunakan aksi-aksi kekerasan inilah yang harus diteladani.
Karena itu pula, jika ada pihak yang melakukan aksi terorisme apalagi disertai perampokan untuk mendirikan Negara Islam maka harus dipertanyakan. Mungkin mereka tidak memahami tentang metode penegakan Negara Islam (baca: Khilafah) yang tidak boleh menggunakan aksi kekerasan apalagi kriminalitas. Namun, tidak tertutup kemungkinan pula, bahwa mereka dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menjelek-jelekkan syariah dan Khilafah. Pengamat intelijen Wawan Purwanto dalam bukunya yang berjudul ’Terorisme Undercover’ (CMB, 2007) membeberkan bahwa Noordin M Top dan Dr. Azhari hanyalah pelaku lapangan yang dibayar. Pakar intelijen AC Manullang yang juga mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) berpendapat bahwa Noordin M Top hanya dipakai kekuatan asing untuk menjelek-jelekkan Islam (Tempointeraktif.com, 09/8/2009).
Patut pula diperhatikan bahwa propaganda perang melawan terorisme (the war on terrorism) yang diusung AS dan sekutunya pada dasarnya perang melawan Islam dan kaum Muslim. Propaganda tersebut menjadi salah satu alat untuk mempertahankan imperialismenya di Dunia Islam yang memiliki potensi strategis. Pasca keruntuhan Uni Soviet dengan ideologi Komunismenya, hanya Islam yang dianggap menduduki posisi sebagai ancaman paling potensial terhadap keberlangsungan ideologi Kapitalisme global.
Indonesia merupakan salah satu negeri Dunia Islam yang memiliki banyak nilai strategis bagi peneguhan ideologi Kapitalisme. Posisi geopolitik Indonesia dapat menjadi basis strategis bagi kepentingan Kapitalis Barat di Dunia Islam dan kawasan Asia Pasifik. Negeri yang memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia ini juga memiliki potensi untuk menjadi pusat Negara Islam global Khilafah Islamiyah. Karena itu, analisis terhadap aksi-aksi terorisme di Indonesia yang tidak mengaitkannya dengan agenda imperialisme global AS ’the war on terrorism’ hanya akan menghasilkan analisis dangkal yang out of context dan menyesatkan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab. [Dr. M. Kusman Sadik]

Membangkitkan Jiwa Berkorban untuk Menegakkan Khilafah Islamiyyah

[Al Islam 530] Saat kita merayakan Idul Adha, ingatan kita pasti melayang pada kisah Nabi Ibrahim as., yang Allah SWT perintahkan untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail as. Kisah ini telah begitu lekat di dalam benak kita serta selalu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang beriman dan berserah diri. Allah SWT telah mengabadikan kisah kedua kekasih-Nya ini di dalam al-Quran:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ ﴿١٠١﴾ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّـهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
Kami lalu memberikan kabar gembira kepada Ibrahim dengan (kelahiran) seorang anak yang amat sabar. Tatkala anak itu sampai pada umur sanggup bekerja dengan Ibrahim, Ibrahim berkata, “Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Karena itu, pikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail  menjawab, “Ayah, lakukanlah apa pun yang Allah perintahkan kepada engkau, insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS ash-Shaffat [37]: 101-102).
Kisah ini setidaknya menggambarkan dua hal: ketaatan dan pengorbananPertama: terkait ketaatan, kisah ini tegas mengajari kita agar kita selalu menaati semua perintah Allah SWT, meskipun untuk itu kita mesti mengorbankan sesuatu yang paling kita cintai, sebagaimana yang ditunjukkan Ibrahim as. dan Ismail as. Apalagi Allah SWT telah berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٦٥﴾
Demi Tuhanmu, mereka tidaklah beriman hingga menjadikan engkau hakim dalam perkara apa saja yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS an-Nisa’ [4]: 65).
Allah SWT juga berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّـهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾
Tidaklah patut bagi Mukmin laki-laki maupun perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan lain tentang urusan mereka (QS al-Ahzab [33]: 36).
Kedua ayat ini menjelaskan dengan sangat gamblang, bahwa kita wajib menaati semua ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Kita pun wajib melaksanakan semua hukum Allah dengan hati tunduk dan pasrah. Sebaliknya, kita wajib menolak semua keyakinan/ideologi dan hukum yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam seperti sosialisme, komunisme, sekularisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi, dan lain sebagainya.
Kedua: lebih dari sekadar taat, kisah Ibrahim as. dan Ismail as. juga telah mengajari kita untuk mengorbankan apa saja yang kita miliki dan cintai sebagai bukti kepasrahan kita kepada Allah SWT. Apalagi Allah SWT telah menyuruh kita untuk menempatkan cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya di atas kecintaan kita kepada yang lain, bahkan di atas kecintaan kita kepada diri kita sendiri. Allah SWT berfirman:
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّـهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ
Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, karib kerabatmu kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-NYA.” (QS at-Taubah [9]: 24).
Sayang, kisah ketaatan dan pengorbanan Nabiyullah Ibrahim as. dan Ismail as. ini sekadar dibaca, namun belum dijadikan ibrah oleh sebagian besar umat Islam. Memang, tiap tahun mereka merayakan Idul Adha serta mengenang kisah ketaatan dan pengorbanan dua hamba Allah ini. Namun, kisah kedua kekasih Allah ini belum menyalakan keimanan dan ketundukan mereka secara total pada syariah Islam. Mereka justru tetap berhukum pada aturan-aturan sekular yang kufur seraya meminggirkan hukum-hukum Allah SWT dari kehidupan mereka. Bahkan sebagian mereka, khususnya para penguasa mereka, berusaha dengan keras menolak dan memusuhi syariah Islam. Jika demikian, dimana mereka meletakkan kisah ketaatan dan pengorbanan Ibrahim as. dan Ismail as.?
Lebih dari itu, Allah SWT telah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّىٰ يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak pula mereka masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum (QS al-A’raf [7]: 40).
Tidak hanya itu, ada pula sekelompok orang yang mengaku dirinya pengusung gagasan liberal, yang dengan terang-terangan dan tanpa malu berusaha dengan keras menjajakan pemikiran dan gagasan kufur yang ditujukan untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslim.  Dengan dalih demokrasi, HAM dan liberalisme, mereka berupaya menundukkan al-Quran dan as-Sunnah di bawah kepentingan-kepentingan jahat mereka.   Sesungguhnya seluruh pemikiran dan gagasan liberal tidak beranjak dari sudut pandang Islam, tetapi beranjak dari HAM, demokrasi dan liberalisme.   Namun, agar ide-ide sesat mereka diterima dan disambut oleh kaum Muslim, mereka membungkusnya dengan label pemikiran Islam. Mereka ini sesungguhnya hanya diperalat oleh orang-orang kafir untuk memadamkan cahaya Allah. Allah SWT berfirman:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّـهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّـهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ﴿٨﴾
Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut (tipudaya) mereka, tetapi Allah justru menyempurnakan cahaya-Nya walau orang-orang kafir membencinya (QS Ash Shaff [61]: 8).
Di sisi lain, para penguasa di negeri-negeri Islam, termasuk di negeri ini, malah menjadi penjaga setia sistem kufur. Mereka bahkan memaksa anak-anak kaum Muslim untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum kufur itu. Bahkan dengan dalih menjaga konstitusi negara, mereka terus menghalang-halangi setiap usaha yang ditujukan untuk menerapkan syariah Islam secara total di negeri-negeri kaum Muslim. Sebaliknya, mereka bahkan terus memproduksi UU yang berlawanan dengan  akidah dan syariah Allah SWT. Lahirlah di negeri ini UU KDRT, UU Migas, UU SDA Air, UU Penanaman Modal, UU Energi, UU Minerba, UU Pendidikan, UU Kesehatan, dan sebagainya, yang jelas-jelas merugikan rakyat dan kaum Muslim.    Padahal sebagian besar penguasa maupun anggota perwakilan rakyat adalah anak-anak kaum Muslim. Namun, mengapa mereka justru menjadi orang pertama yang menolak setiap bentuk formalisasi syariah Islam dalam tatanan masyarakat dan negara?  Mengapa mereka malah bersekongkol dengan orang-orang kafir untuk membuat aturan-aturan yang sejatinya tidak berpihak kepada Islam dan kaum Muslim?
Penerapan sistem kufur ini telah berdampak luas bagi masyarakat dan kaum Muslim.  Kesyirikan dan kemaksiatan marak di tengah-tengah masyarakat. Perzinaan,  pembunuhan, pemakaian narkoba, mabuk-mabukkan, pencurian dan korupsi semakin merajalela. Kemaksiatan semacam perzinaan dan perselingkuhan malah disebarluaskan tanpa ada rasa malu lagi. Seks bebas bahkan difasilitasi dengan ATM kondom agar aman dari penyakit AIDS.
Sungguh aneh dan ironis sekali, tindakan yang mendorong terjadinya perzinaan dan seks bebas justru dilegalkan dan diberi kemudahan-kemudahan, sementara pernikahan dini dan poligami yang halal justru dihujat dan dianggap sebagai penindasan terhadap kaum wanita.
Sesungguhnya, kita yakin seyakin-yakinnya, bahwa satu-satunya solusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan kaum Muslim seperti terpapar di atas adalah dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam wilayah individu, masyarakat dan negara. Sebaliknya, tatkala hukum-hukum kufur diterapkan di tengah-tengah masyarakat, kita akan terus bergelimang dalam kemaksiatan, kemunduran dan keterbelakagan.  Oleh karena itu, sebagai wujud ketaatan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, kita harus berjuang untuk menegakkan kembali syariah Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah.  Sungguh, hanya dengan cara ini saja umat Islam bisa terbebas dari persoalan hidup mereka, dan hanya dengan cara ini pula umat manusia bisa keluar dari krisis multidimensional yang mendera kehidupan mereka.
Untuk itu, kita tidak boleh berdiam diri terhadap sistem dan aturan kufur yang diterapkan di tengah-tengah kita. Kita wajib berjuang menegakkan kembali syariah Islam dan Khilafah Islam.  Kita wajib memberikan andil dan kontribusi bagi perjuangan menegakkan kembali syariah dan Khilafah ini.  Sebaliknya, kita haram menolak dan memusuhi seruan untuk kembali pada syariah dan Khilafah. Kita juga wajib memberikan kontribusi, baik harta, tenaga, maupun pikiran demi tegaknya syariah Islam dan sistem pemerintahan Islam yang agung ini.
Akhirnya, Idul Adha dan kisah Nabiyullah Ibrahim as. dan Ismail as. ini harus kita jadikan inspirasi dan motivasi bagi kita semua untuk selalu menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sekaligus untuk senantiasa berkorban dalam perjuangan menerapkan syariah Islam secara kaffah melalui penegakkan Khilafah Islamiyah.
Semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada para para pemimpin kita, agar mereka kembali pada syariah Islam dan sistem pemerintahan Islam swerta agar mereka kembali menjadi hamba-hamba Allah yang bertakwa.  Kita juga memohon kepada Allah, agar Allah memberikan kekuatan dan keberanian kepada para pemimpin bangsa ini untuk keluar dari tekanan, hegemoni dan dominasi kaum kafir.  [Disarikan dari Naskah Khutbah Idul Adha 1431 H yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia]

KOMENTAR AL-ISLAM:

SBY Bicarakan Kemerdekaan Palestina dengan Obama (Detik.com, 9/11/2010)
Aneh! Bicara kemerdekaan dengan penguasa negara penjajah dan pendukung utama Israel, sang penjajah Palestina.

Hukum Seputar Qurban

Oleh : M. Shiddiq Al Jawi
Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) - yaqrabu (fi’il mudhari’) - qurban wa qurbânan (mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972). Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah, dengan bentuk jamaknya al-adhâhi. Kata ini diambil dari kata dhuhâ, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 - 10.00 (Ash Shan’ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).

Hukum Qurban

Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata,”Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin -seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza’i, dan sebagian pengikut Imam Malik- mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif (lemah) (Matdawam, 1984).
Ukuran “mampu” berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) -yaitu sandang, pangan, dan papan– dan kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban (Al Jabari, 1994) .
Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.” (TQS Al Kautsar : 2).
“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah.”(HR.At-Tirmidzi)
“Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian.” (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi “wanhar” (dan berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fi’li). Sedang hadits At Tirmidzi, “umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum” (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni “kutiba ‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum” (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi’li yang ada tidak bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa’i et.al., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang -yang tak berqurban padahal mampu– untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii’) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram (lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. Barangsiapa yang bernadzar untuk kemaksiatan kepada Allah, maka janganlah ia tidak melaksanakannya.” (HR al-Bukhari, Abu Dawud, al-Tirmidzi).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata,”Ini milik Allah,” atau “Ini binatang qurban.” (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).

Keutamaan Qurban

Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ
“Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih qurban.” (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah berpendapat,”Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama.” (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban. Sabda Nabi SAW :
يا فاطمة قومي فاشهدي اضحيتك فانه يغفر لك باول قطرة تقطر من من دمها كل ذنب عملته
“Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan…” (HR al-Baihaqi, lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/165)

Waktu dan Tempat Qurban

a.Waktu

Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.” (HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.

b.Tempat

Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).

Hewan Qurban

a.Jenis Hewan

Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT berfirman:
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“…supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul an’am) yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau (jamus), sebab disamakan dengan sapi.

b.Jenis Kelamin

Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)

c.Umur

Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau) berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).

d.Kondisi

Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas sembarangan (Rifa’i et.al, 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :
  1. yang nyata-nyata buta sebelah,
  2. yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
  3. yang nyata-nyata pincang jalannya,
  4. yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
  5. yang tidak ada sebagian tanduknya,
  6. yang tidak ada sebagian kupingnya,
  7. yang terpotong hidungnya,
  8. yang pendek ekornya (karena terpotong/putus),
  9. yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri (al maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)

Qurban Sendiri dan Patungan

Seekor kambing berlaku untuk satu orang. Tak ada qurban patungan (berserikat) untuk satu ekor kambing. Sedangkan seekor unta atau sapi, boleh patungan untuk tujuh orang (HR. Muslim). Lebih utama, satu orang berqurban satu ekor unta atau sapi.
Jika murid-murid sebuah sekolah, atau para anggota sebuah jamaah pengajian iuran uang lalu dibelikan kambing, dapatkah dianggap telah berqurban ? Menurut pemahaman kami, belum dapat dikategorikan qurban, tapi hanya latihan qurban. Sembelihannya sah, jika memenuhi syarat-syarat penyembelihan, namun tidak mendapat pahala qurban. Wallahu a’lam. Lebih baik, pihak sekolah atau pimpinan pengajian mencari siapa yang kaya dan mampu berqurban, lalu dari merekalah hewan qurban berasal, bukan berasal dari iuran semua murid tanpa memandang kaya dan miskin. Islam sangat adil, sebab orang yang tidak mampu memang tidak dipaksa untuk berqurban.
Perlu ditambahkan, bahwa dalam satu keluarga (rumah), bagaimana pun besarnya keluarga itu, dianjurkan ada seorang yang berkurban dengan seekor kambing. Itu sudah memadai dan syiar Islam telah ditegakkan, meskipun yang mendapat pahala hanya satu orang, yaitu yang berkurban itu sendiri. Hadits Nabi SAW:
إِنَّ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةً
“Dianjurkan bagi setiap keluarga dalam setiap tahun menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu Majah)

Teknis Penyembelihan

Teknis penyembelihan adalah sebagai berikut :
Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri dengan posisi mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca doa “Robbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.” (Artinya : Ya Tuhan kami, terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca : “Bismillaahi Allaahu akbar.” (Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat pula ditambah bacaan shalawat atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima Allah) yaitu : “Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min …” (sebut nama orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari…. ) (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984; Rifa’i et.al., 1978; Rasjid, 1990)
Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang berqurban itu sendiri, sekali pun dia seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah yang berqurban menyaksikan penyembelihan itu (Matdawam, 1984; Al Jabari, 1994).

Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan, yaitu :

Adz Dzaabih (penyembelih), yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah diterangkan sebelumnya.
Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh menyembelih dengan gigi, kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib memutuskan hulqum (saluran nafas) dan mari` (saluran makanan). (Mahmud Yunus, 1936)

Pemanfaatan Daging Qurban

Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan) baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi fakta, hewan yang sudah disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam kondisi demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib kerabat. Nabi SAW bersabda :
فَكُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُو
“Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu : makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas. Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifa’i et.al, 1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/ tempat dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim (Al Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990). Hal itu sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَازِرَ مِنْهَا شَيْئًا
“…(Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih sesuatu daripadanya (hewan qurban).” (HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban. Namun pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir (Al Jabari, 19984).
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW:
وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلَا تَبِيعُوهَا
“Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban. Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu menjualnya…” HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati (ihtiyath), adalah janganlah orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai berkata,”Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah dijadikan sebagai milik Allah ?” (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab -menurut pemahaman kami– larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.

Penutup

Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting : hendaklah orang yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas lillahi ta’ala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya` agar dipuji-puji sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan daging dan darah qurban kita. Allah SWT berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya.” (TQS Al Hajj : 37) [ ]

DAFTAR PUSTAKA

  • Abdurrahman. 1990. Hukum Qurban, ‘Aqiqah, dan Sembelihan. Cetakan Pertama. Bandung : Sinar Baru. 52 hal.
  • Ad Dimasyqi, Muhammad bin Abdurrahman Asy Syafi’i. 1993. Rohmatul Ummah (Rahmatul Ummah Fi Ikhtilafil A`immah). Terjemahan oleh Sarmin Syukur dan Luluk Rodliyah. Cetakan Pertama. Surabaya : Al Ikhlas. 554 hal.
  • Al Jabari, Abdul Muta’al. 1994. Cara Berkurban (Al Udh-hiyah Ahkamuha wa Falsafatuha At Tarbawiyah). Terjemahan oleh Ainul Haris. Cetakan Pertama. Jakarta : Gema Insani Press. 83 hal.
  • Anis, Ibrahim et.al. 1972. Al Mu’jam Al Wasith. Kairo : Tanpa Penerbit. 547 hal.
  • Ash Shan’ani. Tanpa Tahun. Subulus Salam. Juz IV. Bandung : Maktabah Dahlan.
  • Ibnu Khalil, ‘Atha`. 2000. Taysir Al Wushul Ila Al Ushul. Cetakan Ketiga. Beirut : Darul Ummah. 310 hal.
  • Ibnu Rusyd. 1995. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Beirut : Daarul Fikr. 404 hal.
  • Matdawam, M. Noor. 1984. Pelaksanaan Qurban dalam Hukum Islam. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Yayasan Bina Karier. 41 hal.
  • Rasjid, H.Sulaiman. 1990. Fiqh Islam. Cetakan Keduapuluhtiga. Bandung : Sinar Baru. 468 hal.
  • Rifa’i, Moh. et.al. 1978. Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar. Semarang : Toha Putra 468 hal.
  • Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah (Fiqhus Sunnah). Jilid 13. Cetakan Kedelapan. Terjemahan oleh Kamaluddin A. Marzuki. Bandung : Al Ma’arif. 229 hal
  • Yunus, Mahmud. 1936. Al Fiqh Al Wadhih. Juz III. Jakarta : Maktabah Sa’adiyah Putera. 48 hal.

Pejuang Syari'ah & Khilafah