Assalamu Alaikum Wr.Wb. SELAMAT DATANG KEPADA SELURUH PEJUANG SYARI'AH & KHILAFAH ........

Rabu, 27 Oktober 2010

Warisan Islam dalam Ilmu Anatomi

Ilmuwan ternama al-Ghazali pernah berujar, pelajari anatomi secara mendalam, manusia akaN mengetahui fungsi seluruh organ tubuh dan struktur tubuh. Ujaran al-Ghazali ini seakan menjadi langkah awal ilmuwan Muslim mendalami anatomi tubuh, atau banyak kalangan menyebutnya pula sebagai ilmu urai tubuh. Minat akan bidang ini tumbuh pesat hingga menjelma sebagai sebuah spesialisasi dalam kedokteran Muslim. Lewat The Revival of the Religious Science, alGhazali tak hanya mengurai seluk-beluk aspek pengobatan. Ia memaparkan pula bahwa telah berabad-abad lamanya para dokter Muslim menguasai pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi.
Termasuk kaitan kedua ilmu tersebut dengan ilmu bedah. Al-Ghazali menjelaskan, tanpa mengetahui struktur anatomi, sulit melakukan operasi pembedahan. Selama ini, ia dikenal sebagai sosok yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Di bidang bedah dan anatomi, keahliannya sangat disegani.
Ia merumuskan filosofinya sendiri mengenai hal itu. Bagi dia, operasi bedah harus mampu mengembalikan fungsi anatomi atau organ tubuh yang rusak. Pemikirannya ini selanjutnya menginsipirasi para praktisi medis setelah masanya. Anatomi memikat hati para dokter Muslim. Terbukti banyak yang ikut bergabung untuk mendalami anatomi.
Mereka menuliskan literatur ilmiah yang begitu berharga, serta menandai era itu dengan torehan emas pada lintasan sejarah kedokteran di dunia Islam. Setelah itu, muncul ke permukaan nama alZahrawi. Kemampuannya boleh disejajarkan dengan al-Ghazali. Sebab, alZahrawi juga diakui banyak orang sebagai seorang pakar.
Dokter dari Andalusia pada abad kesepuluh yang bernama lengkap Abu Qasim al-Zahrawi ini mempunyai banyak pemikiran brilian. Misalnya, ia merupakan penggagas ilmu diagnosa sampai penyembuhan penyakit telinga. Ia merintis operasi pembedahan telinga guna mengembalikan pendengaran pasiennya.
Pengetahuan anatomi ia andalkan dalam operasi tersebut. Al-Zahrawi memerhatikan anatomi syaraf halus, pembuluh darah, dan otot. Segala pengetahuan yang ia kuasai itu kemudian ia rangkum dalam bukunya, At Tashrif li Man Arjaza at Ta’lif (Buku Pedoman Kedokteran).
Anatomi tubuh merupakan salah satu bahasan yang termuat dalam bukunya itu. Juga pada bidang yang membuat namanya terkenal di dunia kedokteran, yaitu pembedahan, serta alat-alat bedah. Bahkan, banyak model alat bedah yang ia buat masih digunakan dalam kedokteran modern.
Buku Al-Kafi fi al-Kuhl fi at-Thibb yang ditulis Abi Mahasin juga berpengaruh pada kajian anatomi, khususnya pada anatomi mata. Buku dari abad ke-13 itu menyajikan deskripsi tentang operasi mata, termasuk beberapa bagian dari organ mata yang perlu mendapat perhatian.
Ilmuwan penting yang turut mencurahkan perhatiannya pada anatomi adalah Ibnu Nafis (1210-1288). Pada bab pendahuluan dari bukunya yang terkenal, Syarhu Tasyrih Ibnu Sina (Komentar atas Anatomi Ibnu Sina), ia menjelaskan bahwa buku ini adalah panduan agar para dokter bisa menguasai pengetahuan dasar anatomi.
Ia pun berkomentar terhadap Canon of Medicine karya Ibnu Sina, terutama mengenai kerja jantung. Ia mengatakan, jantung memiliki dua kamar. Darah dari kamar jantung kanan harus mengalir ke bagian kiri, namun tidak ada yang menghubungkan kedua bagian ini.
Menurut dia, tak ada pori-pori tersembunyi dalam jantung, seperti kata Galen.
Secara keseluruhan, ia menilai fungsi organ ini sangat penting dalam mengatur sirkulasi darah ke seluruh bagian tubuh. Sejarah mencatatnya sebagai orang pertama yang mendeskripsikan peredaran darah, khususnya pembuluh darah kapiler. Pada bagian lain, Ibnu Nafis menyingkap anatomi dan sirkulasi paru-paru.
Menurut Edward Coppola dalam William Osler Medal Essay, Ibnu Nafis berpandangan bahwa terdapat sejumlah bagian di dalam paru-paru, antara lain bronkus, arteria venosa, dan vena arteriosa. Ketiga bagian tersebut terhubung dengan jaringan daging berongga. Ibnu Nafis berhasil memperjelas perbedaan masing-masing dari organ tubuh.
Pengetahuan semacam ini diperlukan sebelum melakukan operasi pembedahan. Berabad-abad kemudian, warisan intelektual Ibnu Nafis dalam investigasi anatomi banyak memberikan pengaruh pada ilmuwan Barat, yakni Valverde dan Realdo Colombo. Abd al-Latif al-Baghdadi pun tercatat memberi sumbangan penting.
Ia mengoreksi susunan anatomi tulang rahang yang dibuat seorang dokter dari Yunani, Galen. Tulisannya terkait hal itu membuka jalan bagi studi tentang tulang di Mesir. Harus diakui, prestasi paling mengagumkan terjadi setelah hadirnya karya Mansyur bin Muhammad bin Ahmad bin Yusuf bin Ilyas.
Tokoh asal Persia ini adalah dokter Muslim pertama yang membuat gambar anatomi tubuh manusia dengan akurat. Warisan luar biasanya itu pada masa berikutnya dinamakan “Anatomi Mansyur”. Karyanya itu ia persembahkan untuk penguasa dari Mongol, Timur Lenk, yang menguasai Fars selama kurun waktu 797-811.
Bahasan lengkap tentang lima organ tubuh, yakni tulang, syaraf, otot, pembuluh darah, dan arteri, ada dalam karya yang ia tulis. Tiap-tiap bagian diilustrasikan melalui diagram bergambar. Termasuk bagaimana terhubung dengan dua organ utama: jantung dan otak.
Ada pula bab tentang formasi fetus yang dideskripsikan lewat ilustrasi gambar perempuan hamil. Risalahnya yang berjudul Tashrih i badan i Insan itu ditulis dalam bahasa Persia dan telah diterjemahkan ke beberapa bahasa sejak abad ke-15. Keseluruhan ilustrasi anatomi dari al-Mansyur mencakup sekitar 70 bagian.
Sementara itu, Ibnu Zuhr atau Avenzoar, setelah menguasai bidang anatomi, merintis pekerjaan bedah mayat postmortem di dunia Islam. Secara berurutan, dalam buku Taysier fi al-Mudawat wa atTabdis (Practical Manual of Treatment and Diets), ia menguraikan anatomi kepala hingga kaki. (republika.co.id, 21/10/2010)

Asing Tetap Jadi Kiblat, Negara Makin Sesat

[Al Islam 528] MESKI banyak menuai kecaman dari berbagai kalangan, Badan Kehormatan DPR tetap melakukan studi banding ke Yunani sejak 23 Oktober lalu guna mempelajari etika. Padahal Yunani sendiri adalah negara yang paling korup di Eropa. Korupsilah di antaranya yang menjadi faktor utama Yunani mengalami krisis ekonomi belum lama ini (Republika, 25/10/10).
Sebelumnya, Komisi VIII DPR (bidang sosial agama) juga melakukan kunjungan kerja (9-16 Oktober 2010) ke Amerika Serikat untuk mempelajari kehidupan kerukunan umat beragama (Inilah.com, 7/10/10).
Sejauh ini, yang dikecam oleh berbagai elemen masyarakat hanyalah seputar pemborosan dana akibat studi banding itu. Menurut Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Yuna Farhan, setiap kali kunjungan ke luar negeri, tiap anggota Dewan mendapat uang saku sebesar Rp 20-28 juta dan uang representasi US$ 2.000 (Sekitar Rp 20 juta). Koalisi Masyarakat Sipil memperkirakan dana studi banding DPR RI mencapai Rp162,94 miliar pada 2010 ini dan berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi (Bisnis.com, 16/9/2010).
Menurut catatan Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK), studi banding oleh DPR belakangan makin sering dilaksanakan. Pada Tahun Sidang 2009-2010 (Oktober 2009 s/d Agustus 2010) tercatat sudah 8 (delapan) kali, dengan tujuan 9 (sembilan) negara (Australia, Cina, Maroko, Jerman, Prancis, Austria, Turki, Belanda dan Selandia Baru).  Adapun Tahun Sidang 2010-2011 (pertengahan Agustus 2010 s/d akhir September 2010), DPR telah melakukan studi banding sebanyak 7 (tujuh) kali ke tujuh negara (Selandia Baru, Belanda, Korea Selatan, Jepang, Afrika Selatan, Inggris dan Kanada). Total, hanya kurang dari 10 bulan (Tahun Sidang 2009-2010) hingga akhir September 2010, DPR melakukan 19 kali studi banding ke 14 negara.
Dari berbagai sumber, sejumlah Panja DPR dan Komisi II juga telah merencanakan studi banding ke Jerman, Prancis, Swiss, Inggris, Jepang, Korea Selatan, India dan Cina. Mayoritas kegiatan studi banding itu dikaitkan dengan kepentingan pembahasan rancangan undang-undang.
DPR periode sebelumnya, dari hasil penelusuran situs www.dpr.or.id, selama tahun 2004-2009 tercatat melakukan sebanyak 143 kunjungan ke luar negeri.

Menghasilkan UU yang Buruk

Meski studi banding ke luar negeri menjadi agenda rutin para anggota Dewan setiap tahun, nyatanya DPR banyak memproduksi UU yang berkualitas buruk. Sejak 2003-2010, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 298 permohonan uji materi terhadap undang-undang, dan 58 undang-undang yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Ketua MK Mahfud MD, banyaknya ketentuan perundangan yang dinyatakan inkonstitusional menunjukkan kemampuan legislasi anggota DPR rendah. Menurut dia, penyebabnya antara lain: Pertama, undang-undang yang disusun adalah produk permainan politik. Kedua, undang-undang yang disusun DPR dan Pemerintah tidak mampu mengikuti perkembangan kebutuhan di lapangan… (Indo Pos, 30/12/09).
Selain itu, “Faktor utamanya adalah niat dan kemampuan legislasi DPR. Banyak UU yang dibuat dalam perspektif sempit, jangka pendek dan untuk mengakomodasi elit politik tertentu, seperti yang terjadi di UU Pemilu,” ungkap peneliti Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Refly Harun di Jakarta (Media Indonesia, 1/8/10).
Menguntungkan Pihak Asing
Selain banyak berkiblat ke negara asing dalam memproduksi UU, faktanya Pemerintah dan DPR pun memberikan peluang kepada pihak asing dalam hal penyusunan UU. Akibatnya, alih-alih pro rakyat, banyak UU produk DPR yang justru menguntungkan pihak asing. Sebagaimana diungkapkan anggota DPR Eva Kusuma Sundari, setidaknya ada 76 Undang-Undang (UU) dan puluhan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sarat dengan kepentingan asing. Menurut Eva, dia mendapatkan informasi tersebut dari hasil kajian  Badan Intelijen Nasional (BIN) yang menengarai adanya tiga lembaga strategis dari Amerika Serikat-yaitu World Bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF) dan United States Agency for International Development (USAID)-di belakang semua itu.
Menurut dia, keterlibatan Bank Dunia telah membuat Pemerintah mengubah sejumlah UU seperti UU Pendidikan Nasional, UU Kesehatan, UU Kelistrikan dan UU Sumber Daya Air. Dalam UU Sumber Daya Air, penyusupan kepentingan asing adalah dalam bentuk pemberian izin kepada pihak asing untuk menjadi operator atau pengelola. Menurut dia, pemberian izin tersebut secara otomatis telah mematikan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Adapun dalam UU Kelistrikan, Bank Dunia mengarahkan pengelolaan listrik oleh pihak swasta atau dikelola masing-masing daerah.
Selain Bank Dunia, IMF juga menyusupkan kepentingannya melalui beberapa UU. Misalnya, UU BUMN dan UU Penanaman Modal Asing. Dengan menerima bantuan IMF, secara otomatis Pemerintah pasti harus mengikuti ke tentuan IMF. “Misalnya seperti privatisasi BUMN dan membuka kesempatan penanaman modal asing di usaha strategis yang seharusnya dikuasai negara,” ucapnya lagi.
Khusus terkait keterlibatan USAID, bisa dilihat pada UU Migas (No 22 Tahun 2001), UU Pemilu (No 10 Tahun 2008), dan UU Perbankan yang kini tengah digodok Pemerintah untuk direvisi. Selama masa reformasi, USAID telah menjadi konsultan dan membantu Pemerintah dalam bidang pendidikan pemilih, serta penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu. Di sektor keuangan, USAID juga turut membantu usaha restrukturisasi perbankan, pengembangan perangkat ekonomi makro yang baru serta mendorong partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan ekonomi. “Dengan keterlibatannya dalam membantu pelaksanaan Pemilu dan pengembangan demokrasi, USAID telah menyusupkan paham liberalisme dalam mekanisme pemilihan secara langsung yang terkesan demokratis, namun ternyata rawan dengan politik uang,” ungkap Eva.
Kiki Syahnakri, Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) membenarkan adanya dugaan intervensi kepentingan asing dalam RUU dan UU di Indonesia sejak beberapa tahun lalu. “Terdapat 72 perundang-undangan yang baru hasil reformasi merupakan pesanan asing. Ini berdasarkan kajian BIN pada 2006 lalu. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing,” bebernya.
UU tersebut memberikan ruang bagi perusahaan asing untuk dapat mengelola lahan selama 95 tahun. Bahkan bisa diperpanjang hingga 35 dan 65 tahun lagi. UU lainnya, kata Kiki, adalah UU Tentara Nasional Indonesia. Selama ini UU itu justru mengerdilkan peran TNI di masyarakat. Padahal Indonesia memiliki potensi konflik dan potensi ancaman yang sangat besar. Makanya, Kiki menuntut DPR maupun Pemerintah bertanggung jawab atas lolosnya perundang-undangan tersebut (Rakyatmerdela.co.id, 12/10/10).
Dua Penyebab
Dari paparan di atas, jelas ada dua masalah yang dihadapi bangsa dan negeri ini. Pertama: kualitas para pengurus negara yang amat rendah, baik di jajaran Pemerintah maupun DPR, sehingga tidak pernah mampu memproduksi UU dan peraturan yang berkualitas. Kedua: penerapan sistem kenegaraan dan pemerintahan yang juga rusak, yakni sistem demokrasi, yang berakar pada sekularisme. Sistem inilah yang telah menyingkirkan hukum-hukum Allah SWT (syariah Islam) untuk mengatur kehidupan manusia. Sebaliknya, sistem ini memberi manusia-yang  notabene lemah dan terbatas-hak mutlak membuat hukum. Akibatnya, suatu bangsa atau negeri yang menerapkan sistem demokrasi tidak pernah tuntas dalam memproduksi UU dan peraturan untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Bayangkan, di negeri ini, dengan siklus pergantian anggota DPR ataupun jajaran Pemerintahan setiap lima tahun sekali melalui proses Pemilu, banyak UU dan peraturan yang dibuat pada periode sebelumnya, diubah bahkan diganti oleh DPR/Pemerintah periode yang baru. Begitu seterusnya setiap lima tahun sekali.
Berkiblatlah ke Negara Khilafah
Karena dua sebab/masalah di atas, solusinya pun ada dua. Pertama: negara ini harus dipimpin oleh orang-orang yang bertakwa, amanah dan memiliki kapasitas untuk memimpin negara, tentu berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, para pemangku negara ini haruslah orang-orang yang memahami akidah dan syariah Islam (faqih fi ad-din), selain memiliki kepribadian Islam dan kemampuan untuk memimpin negara.
Kedua: Sistem kenegaraan dan pemerintahan negeri ini harus diubah dari sistem demokrasi sekular ke sistem kenegaraan dan pemerintahan berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah.  Itulah sistem Khilafah, satu-satunya sistem kenegaraan dan pemerintahan Islam, yang memberikan hak membuat hukum hanya kepada Allah SWT. Sistem Khilafah inilah yang menjadikan Khalifah (kepala negara) hanya berwenang memberlakukan sekaligus menerapkan syariah Islam  saja.
Saat negara dipimpin oleh orang-orang yang faqih fi ad-din, berkepribadian Islam dan memiliki kemampuan untuk memimpin negara,  otomatis studi banding dalam rangka pembuatan UU ke negara-negara asing yang notebene kufur tidaklah diperlukan. Sebab, sistem per-UU-an dan peraturan mereka adalah batil. Negara (Khilafah) cukup menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah melalui ijtihad yang sahih, baik yang dilakukan oleh Khalifah maupun dengan mengadopsi hasil ijtihad para mujtahid.
Studi banding hanya mungkin dilakukan dalam masalah-masalah teknikal atau berkaitan dengan teknologi. Ini pernah dilakukan Rasulullah saw. saat memimpin Daulah Islam di Madinah. Saat itu beliau pernah mengirim orang-orang khusus untuk mempelajari teknologi pembuatan pedang di negeri Yaman.   Demikian pula Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. yang pada masanya pernah mencontoh teknik pengarsipan keuangan Negara Khilafah (Baitul Mal)-yang  disebut dengan diwan-dari negeri Persia.
Adapun dengan sistem pemerintahan Khilafah yang hanya menerapkan syariah,  otomatis campur tangan asing dalam pembuatan UU juga bisa dihindari. Sebab, saat Khilafah hanya merujuk pada al-Quran dan as-Sunnah dalam membuat UU, pihak asing akan kesulitan memaksakan ideologinya yang kufur maupun berbagai kepentingan kapitalistiknya ke dalam tubuh Khilafah. Mahabenar Allah SWT yang berfirman:
أَفَحُكمَ الجٰهِلِيَّةِ يَبغونَ ۚ وَمَن أَحسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكمًا لِقَومٍ يوقِنونَ ﴿٥٠﴾
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
Walhasil, hendaknya negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim ini menjadikan Khilafah Islam pada masa lalu sebagai kiblat dalam mengelola negara ini, bukan berkiblat ke negara-negara asing. Sebab, jika pihak asing tetap dijadikan kiblat, niscaya negara ini makin sesat! Na’udzu billah min dzalik. []
KOMENTAR AL-ISLAM:
DPR Cueki Kritik Publik (Republika, 26/10/10).
Makin jelas, kedaulatan rakyat dalam demokrasi hanyalah omong-kosong.

Hukum Islam tentang Kerjasama Kemitraan Komprehensif AS -Indonesia

Oleh: Roni Ruslan
Lajnah Tsaqafiyyah DPP HTI
Kerjasama Kemitraan Komprehensif antara Amerika Serikat dan Indonesia telah memasuki tahap realisasi aksi dan pelaksanaan. Ini ditandai dengan diluncurkannya buku panduan implementasi pasca diresmikannya Rapat Komisi Bersama Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia oleh Menlu masing-masing negara, Hillary Clinton dan Marty Natalegawa. (detiknews.com 21/9/2010).
Panduan tersebut menjelaskan substansi kemitraan sekaligus menjajaki kemungkinan kerjasama pada bidang-bidang lain. Kerjasama diprioritaskan pada bidang politik dan keamanan, ekonomi dan pembangunan, sosial-budaya pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Belajar dari pengalaman
Istilah “Kerjasama Kemitraan” ini harus dikritisi. Karena, istilah ini mengandung konotasi positif, dimana seolah-olah Indonesia adalah mitra bagi AS. Posisi yang tampak sama, antara AS dengan Indonesia. Padahal jelas tidak. AS adalah negara adidaya, sekaligus penjajah, sementara Indonesia adalah negara dunia ketiga, yang merupakan koloni AS. Perlu dicatat, bahwa digunakannya istilah “Kerjasama Kemitraan” ini untuk mengelabuhi tujuan dan maksud AS yang sesungguhnya, yaitu mempertahankan dan mengokohkan cengkraman penjajahan AS di Indonesia, melalui bidang-bidang yang dikerjasamakan.
Karena itu, “kerjasama kemitraan” ini merupakan salah satu strategi kebijakan politik luar negeri AS terhadap Indonesia. AS ingin menjadikan Indonesia sebagai mitra. Sedangkan mitra dalam paradigma AS adalah negara yang sejalan dengan kepentingan AS. Mitra untuk mempertahankan penjajahan AS di Indonesia, kawasan Asia dan dunia Islam.  Dengan demikian “kerjasama kemitraan” ini sesungguhnya tidak akan lepas dari upaya AS untuk menjaga Indonesia agar tetap menjadi koloninya.
Ini bisa dibaca dari substansi “kerjasama kemitraan” yang telah disepakati oleh Menlu kedua Negara. Yaitu pada aspek politik dan keamanan kemitraan ditujukan untuk mengembangkan Sekulerisme, Demokrasi, HAM, Pluralisme dan kerjasama militer. Sedangkan pada aspek ekonomi ditujukan untuk menjamin berlangsungnya  perdagangan bebas, privatisasi, investasi asing terutama di sektor pertambangan. Sedangkan pada aspek budaya diarahkan pada terwujudnya Pluralisme, liberalisasi agama, dialog antar agama, dialog Islam-Barat dan sebagainya.
Karena itu, “kerjasama kemitraan” ini menjadi pintu masuk bagi AS untuk merealisasikan target-target politik demi kepentingan nasionalnya. Seharusnya kita dapat belajar dari pengalaman sebelumnya. Adanya aktivitas lembaga-lembaga milik AS di Indonesia sebagai buah dari kemitraan justru membahayakan negara, sebagaimana kasus NAMRU II. Demikian juga keberadaan IUC (Indonesia USAID Center for Biomedical and Public Health Center). Lembaga ini sebagaimana NAMRU II memiliki kekebalan diplomatik dan kebebasan bergerak di seluruh wilayah Indonesia, mekanisme transfer material dll. (Fahmi AP Pane, Republika Online, 19/7/2010). Dengan kekebalan diplomatik dan kebebasan bergerak di seluruh wilayah Indonesia mereka bisa melakukan apa saja yang diinginkannya. Hal ini tentu saja sangat berbahaya bagi kedaulatan negeri ini.
Kerjasama Kemitraan AS-Indonesia: Haram!
Selain fakta, bahwa “kerjasama kemitraan” tersebut merupakan legalisasi penjajahan AS di Indonesia, dan kawasan yang lainnya, juga harus dicatat, bahwa AS adalah negara penjajah yang tengah menduduki wilayah Islam yang lain, seperti Irak dan Afganistan. Dengan posisinya sebagai negara penjajah, dan sedang memerangi kaum Muslim, serta menduduki wilayahnya, maka status AS jelas merupakan Negara Kafir Harbi fi’lan.
Negara Kafir Harbi fi’lan tetap harus didudukkan sebagai musuh, karena sedang berperang dengan kaum Muslim. Karena itu, haram hukumnya melakukan “kerjasama kemitraan” dengan musuh. Allah berfirman:
فَمَنِ اعتَدىٰ عَلَيكُم فَاعتَدوا عَلَيهِ بِمِثلِ مَا اعتَدىٰ عَلَيكُم ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعلَموا أَنَّ اللَّهَ مَعَ المُتَّقينَ
Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (Q.s. al-Baqarah [02]: 194)
Allah SWT juga berfirman:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تَتَّخِذوا بِطانَةً مِن دونِكُم لا يَألونَكُم خَبالًا وَدّوا ما عَنِتُّم قَد بَدَتِ البَغضاءُ مِن أَفوٰهِهِم وَما تُخفى صُدورُهُم أَكبَرُ ۚ قَد بَيَّنّا لَكُمُ الءايٰتِ ۖ إِن كُنتُم تَعقِلونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”.(QS. Ali Imran [3]: 118)
Selain itu, “kerjasama kemitraan” ini juga digunakan AS untuk mengokohkan penjajahannya di Indonesia, juga negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Dengan demikian, status “kerjasama kemitraan” ini juga haram dilakukan, karena secara nyata digunakan untuk menguasai kaum Muslim:

وَلَن يَجعَلَ اللَّهُ لِلكٰفِرينَ عَلَى المُؤمِنينَ سَبيلًا
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (Q.s. an-Nisa’ [04]: 141)

Menjalin kemitraan yang konprehensif dalam segala bidang dengan AS tidak akan memberikan keuntungan kecuali sedikitpun kepada Indonesia, sementara mudarat yang ditimbulkannya sudah jelas. AS dengan seluruh kekuatannya akan bercokol di negeri ini, sementara negeri ini akan tetap tunduk dalam cengkramannya. Kekayaan alamnya yang kaya raya pun lebih mudah dikeruk dan diboyong ke negeri mereka sebagaimana yang mereka lakukan terhadap di Irian dengan emasnya, Riau dengan minyaknya, dan begitu seterusnya.
Menjalin kemitraan dengan AS tidaklah akan menjadikan umat Islam mulia, maju dan berwibawa. Resep-resep ramuan kapitalisme seperti demokratisasi, HAM, liberalism, dialog peradaban, kerjasama militer dan lain sebagainya yang ditawarkan AS hanya akan menjadikan penyakit yang telah menjangkiti negeri ini yakni berbagai goncangan politik dan ekonomi serta moral semakin parah dan akut sebagaimana negeri Islam lainnya yang berujung keporakporandaan dan kebinasaan.
AS dan Kapitalisme bukanlah sumber kemuliaan dan kemajuan. Karena kemulian hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim. Siapa saja yang mengharapkan kemuliaan pada AS dan ideologinya, jelas keliru. Allah berfirman:
مَن كانَ يُريدُ العِزَّةَ فَلِلَّهِ العِزَّةُ جَميعًا ۚ إِلَيهِ يَصعَدُ الكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالعَمَلُ الصّٰلِحُ يَرفَعُهُ ۚ وَالَّذينَ يَمكُرونَ السَّيِّـٔاتِ لَهُم عَذابٌ شَديدٌ ۖ وَمَكرُ أُولٰئِكَ هُوَ يَبورُ ﴿١٠﴾
“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka adzab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur”. (QS. Fathir[35]:10)

وَلِلَّهِ العِزَّةُ وَلِرَسولِهِ وَلِلمُؤمِنينَ وَلٰكِنَّ المُنٰفِقينَ لا يَعلَمونَ
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)
Wallahu ‘Alam bi as Showab,

Pejuang Syari'ah & Khilafah