Terungkapnya berbagai dokumen rahasia dalam situs Wikileaks membuktikan pengkhianatan penguasa negeri-negeri Islam termasuk Pakistan. Naveed But , juru bicara Hizbut Tahrir Pakistan menyatakan dokumen yang berisi memo diplomat Amerika itu merupakan tamparan di wajah penguasa Pakistan . Selama ini penguasa Pakistan selalu menolak dan menyebut ‘hanya’ teori konspirasi ketika mencul kepermukaan berita tentang kehadiran pasukan Amerika di Pakistan, dukungan pemerintah atas pesawat-pesawat tidak berawak dan campur tangan Amerika atas program nuklir Pakistan .
Menurutnya, dokumen-dokumen itu telah memperjelas berapa banyak pengaruh Amerika dalam mengatur urusan dalam negeri Pakistan.” Meskipun kami tidak menganggap benar bahwa kebocoran itu tidak dibuat di bawah pengawasan pemerintah AS, bukti dokumenter dari Wikileaks telah menyatukan pendapat rakyat Pakistan mengenai aliansi kotor antara para penguasa berbahaya mereka dan Amerika,” tegas Naveed dalam pernyataan persnya (5/12).
Wikileaks telah mengguncang seluruh dunia karena menerbitkan memo para diplomat Amerika. Baik Holbrooke maupun Hillary Clinton tidak mempertanyakan keasliannya. Mereka juga tidak menyatakan memo-memo itu sebagai tidak berdasar atau merupakan kebohongan.
Menurut bocoran itu, para penguasa Pakistan telah meminta nasehat dari para Duta Besar Amerika , bahkan dalam hal-hal paling kecil sekalipun. Presiden Zardari mengatakan akan melakukan apapun yang disarankan menurut nasihat Amerika. Demikian pula, Nawaz Sharif meyakinkan Amerika bahwa dia adalah “pro-Amerika”.
Dokumen itu juga mengungkap Komandan Korps ke-11 mengundang pasukan komando Amerika untuk memantau operasi di Waziristan yang banyak menimbulkan korban umat Islam . Selain itu, Kepala Angkatan Darat Pakistan meminta Amerika tidak memperlakukan militer Pakistan dengan cara yang memberikan kesan militer Pakistan “untuk disewa”.Menurut Naved But ,dokumen-dokumen ini telah membuktikan bahwa Amerika adalah negara kolonial tiran, yang menggunakan kekuatan, ketakutan dan taktik ilegal untuk menundukkan dunia.
Naveed But juga mempertanyakan klaim Amerika sebagai negara yang mengklaim jawara kebebasan berekspresi. Kenyataannya, negara Pam Sam itu justru memaksa Amazon.com untuk menutup website Wikileaks. Mike Huckabee, yang ikut dalam bursa pemilihan presiden Amerika dari Partai Republik menuntut untuk mengeksekusi pemilik Wikileaks.Amerika telah menyatakan sebagai kejahatan bila mengakses website ini, membaca atau mendownload isinya.
Namun di sisi lain dengan alasan kebebasan berekspresi Amerika melindungi penghujat Islam dan menganggap sebagai kejahatan bila membunuh seorang penghujat. Negara sekuler Barat juga menolak untuk menutup situs web yang menghujat Islam . “Dimanakah menguapnya slogan-slogan praktis yang mereka miliki “kebebasan berekspresi” dan “liberalisme?”, tanya But
Lebih lanjut Naveed But menyatakan pengungkapan Wikileaks harus memotivasi semua kaum intelektual dan para analis politik untuk memikirkan kembali anggapan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik dan bahwa mereka punya harapan dalam partai politik yang demokratis. Kediktatoran dan demokrasi adalah dua sisi mata uang yang sama yang digunakan Amerika menurut kemauannya.
Hizbut Tahrir Pakistan selama ini gigih mengungkap pengkhianatan para penguasa pengkhianat Pakistan. Gerakan Islam yang berjuang non kekerasan ini menyerukan tentara Pakistan tidak membiarkan para penguasa pengkhianat yang telah menghancurkan rakyat Pakistan. “Bangkitlah dan tumbangkan para penguasa yang tidak tahu malu itu dan berikan nusrah (dukungan) bagi Hizbut Tahrir untuk mendirikan Khilafah,sesungguhnya tindakan Anda akan membuat Anda berhasil di dunia dan di akhirat,” seru Naveed But (RZA)
Assalamu Alaikum Wr.Wb. SELAMAT DATANG KEPADA SELURUH PEJUANG SYARI'AH & KHILAFAH ........
Rabu, 15 Desember 2010
Tahun 2010 Penduduk Miskin Bertambah Menjadi 43,4 Juta
Tahun 2010 Penduduk Miskin bertambah 12,4 juta menjadi 43,4 juta dari total penduduk 234 juta. (Pikiran Rakyat, 13/12/2010) KOMENTAR:
Semakin membuktikan bahwa demokrasi hanya menjadikan rakyat semakin miskin, ironis dengan anggaran pejabat dan anggota DPR untuk jalan-jalan yang selalu naik. Rakyat jadi “sapi perah” dari nafsu harta dan kekuasaan para politikus oportunis dan kapitalis. Saatnya mengganti sistem demokrasi kapitalis dengan sistem Islam.
Semakin membuktikan bahwa demokrasi hanya menjadikan rakyat semakin miskin, ironis dengan anggaran pejabat dan anggota DPR untuk jalan-jalan yang selalu naik. Rakyat jadi “sapi perah” dari nafsu harta dan kekuasaan para politikus oportunis dan kapitalis. Saatnya mengganti sistem demokrasi kapitalis dengan sistem Islam.
* * * * * * * * * * * * * 16.12.10 Keluarga Tuding Densus Ambil Uang Istri Abu Tholut Rp 5 Juta Tahun 2010 Penduduk Miskin Bertambah Menjadi 43,4 Juta
Tahun 2010 Penduduk Miskin bertambah 12,4 juta menjadi 43,4 juta dari total penduduk 234 juta. (Pikiran Rakyat, 13/12/2010)
KOMENTAR:
Semakin membuktikan bahwa demokrasi hanya menjadikan rakyat semakin miskin, ironis dengan anggaran pejabat dan anggota DPR untuk jalan-jalan yang selalu naik. Rakyat jadi “sapi perah” dari nafsu harta dan kekuasaan para politikus oportunis dan kapitalis. Saatnya mengganti sistem demokrasi kapitalis dengan sistem Islam.
KOMENTAR:
Semakin membuktikan bahwa demokrasi hanya menjadikan rakyat semakin miskin, ironis dengan anggaran pejabat dan anggota DPR untuk jalan-jalan yang selalu naik. Rakyat jadi “sapi perah” dari nafsu harta dan kekuasaan para politikus oportunis dan kapitalis. Saatnya mengganti sistem demokrasi kapitalis dengan sistem Islam.
Umat Islam : Umat yang Adil Bukan Moderat !
Sesunguhnya Umat Yang Adil, Bukan Umat Pertengahan (Moderat), seperti yang dikampanyekan kelompok liberal untuk menghancurkan Islam.
Allah SWT berfirman:
Dalam menafsiri ayat ini, sebagian berpendapat bahwa al-wasathiyyah (pertengahan) adalah apa yang ada di antara dua sisi, pihak atau kelompok. Sementara Islam adalah agama pertengahan (dînul wasathiyyah). Sebab, yang di tengah itu lebih baik dari yang di kedua sisi. Kemudian dari kesimpulan ini, dibangun kaidah yang menjadi pijakan setiap pemikiran dan hukum. Untuk itu dibuatkanlah contoh tentang sikap pertengahan (moderat) Islam antara sikap berlebihan kaum Nasrani yang menjadikan Isa ‘alaihis salâm sebagai anak atau Tuhan, dengan kesembronoan kaum Yahudi yang membunuh para nabi mereka. Dengan demikian, Islam adalah agama pertengahan (moderat) antara berlebihan dan kesembronoan. Artinya di dalam Islam tidak ada penyembahan dan pembunuhan terhadap nabi. Akan tetapi Islam berada di antara kedua sikap itu. Pendapat ini salah dilihat dari beberapa aspek.
Pertama, kata wasathan-yang diartikan pertengahan-adalah sifat bagi umat bukan bagi agama. Jika perbandingannya antara kaum Muslim dengan para pengikut nabi-nabi terdahulu, yang mereka itu sama-sama mengimani dan membenarkan para nabi itu, maka semuanya adalah kaum Mukmin, sehingga tidak ada pertengahan antara iman dengan iman. Dan jika perbandingannya adalah antara umat Islam dengan orang yang mengklaim pengikut Musa dan Isa ‘alaihimâs salâm setelah diutusnya Muhammad Saw, maka sesungguhnya mereka itu adalah kafir berdasarkan Ijma’. Kaum Yahudi dan Nasrani adalah kafir. Sehingga, bagaimana mungkin kaum Muslim sebagai pertengahan (wasathan) antara kekufuran dengan kekufuran? Kami berlindung kepada Allah dari kesesatan ini.
Kedua, Allah SWT telah menetapkan umat ini di dalam al-Qur’an sebagai umat terbaik. Allah SWT berfirman:
Sementara itu, Rasulullah Saw menafsiri kata “wasathan” itu dengan ‘adâlan (keadilan). Imam at-Tirmidzi mengeluarkan hadits dari Abi Sa’id al-Khudri dari Nabi Saw terkait firman Allah:
Terkait dengan hadits ini, Abu Isa berkata, bahwa hadits ini statusnya Hasan Shahih. Dengan demikian, makna kata wasathan adalah ‘adlan (adil), yakni akhyâran (yang terbaik).
Az-Zujaj berkata: “Wasathan, yakni ‘adlan. Sebagian lagi berkata “Akhyâran”, terbaik atau pilihan. Kedua lafadz ini berbeda, namun artinya sama. Sebab, adil itu baik, dan baik itu sendiri adalah adil.” Al-Baghawi berkata: “Wasathan, yakni ‘adlan wa khiyâran”, adil dan terbaik atau pilihan.” Sementara al-Qurthubi berkata: “Bukanlah termasuk makna al-wasath, yaitu berada pada sesuatu di antara dua sesuatu.”
Ketiga, Allah SWT menyebutkan dan menyifati umat ini dengan firman-Nya “wasathan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. Sementara kesaksian menuntut keadilan. Allah menginginkan kaum Muslim agar menjadi saksi atas (perbuatan) manusia pada hari kiamat, maka Allah menetapkan keadilannya dengan firman-Nya “wasathan”.
Keempat, “wasthun” dengan disukunkan sin-nya dan “wasathun” dengan difathahkan sin-nya digunakan untuk makna dzorfiyah (keterangan tempat), seperti sabda Rasulullah Saw:
Kata “wasatha atau wastha” di sini di-nashab-kan, karena sebagai dzorfiyah (keterangan tempat) atau maf’ûl fîh. Terkadang kata “wasatha atau wastha” dekat dengan makna dzorfiyah (keterangan tempat), dan tidak diposisikan sebagai dzorf. Kata “wasatha atau wastha” di sini bermakna di antara dua sisi, seperti kamu berkata: “Saya memegang di antara kedua ujung tali (wasathal habli).” Posisi (i’rab) kata “wasatha atau wastha” di sini sebagai maf’ûl bih (obyek).
Yang ingin ditegaskan di sini adalah, bahwa kata “wasatha” di dalam ayat tersebut adalah sifat. Sehingga artinya bukan berada di antara dua sesuatu. Sedang mereka yang menafsiri kata “wasatha” dengan dzorfiyah (keterangan tempat), atau berada di antara dua sesuatu, maka tidak seperti yang mereka inginkan. Namun kata “wasatha” di dalam ayat yang mulia tersebut, adalah sebagai sifat, dan tidak bisa dibawa pada pengertian yang lain. Dalam hal ini benar Imam al-Qurthubi ketika beliau berkata: “Bukanlah termasuk makna al-wasath, yaitu berada pada sesuatu di antara dua sesuatu.”
Kelima, perkataan mereka bahwa kami berada di antara sikap berlebihan kaum Nasrani dan kesembronoan kaum Yahudi, yakni kami berada di antara dua sikap, yaitu menjadikan Isa sebagai Tuhan, dan membunuh para nabi. Perkataan ini salah. Sebab kami tidak berada di antara kedua sikap itu. Bahkan sama sekali bertentangan dengan keduanya. Kami tidak membunuh dan tidak menjadikan Muhammad Saw sebagai Tuhan. Lalu, bagaimana kami berada di antara keduanya. Jika kami berada di tengah, dalam arti berada di antara dua sikap, yaitu Yahudi tentang kesembronoannya, dan Nasrani tentang keberlebihannya. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Adapun argumentasi mereka bahwa kami berada di tengah-tengah antara sanksi Yahudi, yaitu mata dibalas dengan mata, dengan apa yang dikatakan dari kaum Nasrani bahwa apabila ditempeleng pipi kananmu, maka berikanlah pipi kirimu. Sementara di agama kami (Islam), sanksi beruapa mata dibalas dengan mata, serta qishos atas ar-Rabi’ yang mematahkan gigi seri budak perempuan merupakan kejadian yang terkenal. Begitu juga, Umar menjatuhkan sanksi kepada putra al-Akramin, putra Amr bin Ash, ketika Umar memvonis qishos, yaitu tempelengan dibalas dengan tempelengan. Lalu, di mana sikap pertengahan (moderat) di antara kedua pihak itu?!
Yang jelas, sikap pertengahan (moderat) merupakan kaidah berfikir Kapitalisme, dan sama sekali bukan dari Islam, sekalipun tidak sedikit orang yang berusaha menghubungkan sikap pertengahan (moderat) itu dengan Islam!
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 6/12/2010.
Allah SWT berfirman:
]وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُواْ شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا[
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (TQS. Al-Baqarah [2]: 143).Dalam menafsiri ayat ini, sebagian berpendapat bahwa al-wasathiyyah (pertengahan) adalah apa yang ada di antara dua sisi, pihak atau kelompok. Sementara Islam adalah agama pertengahan (dînul wasathiyyah). Sebab, yang di tengah itu lebih baik dari yang di kedua sisi. Kemudian dari kesimpulan ini, dibangun kaidah yang menjadi pijakan setiap pemikiran dan hukum. Untuk itu dibuatkanlah contoh tentang sikap pertengahan (moderat) Islam antara sikap berlebihan kaum Nasrani yang menjadikan Isa ‘alaihis salâm sebagai anak atau Tuhan, dengan kesembronoan kaum Yahudi yang membunuh para nabi mereka. Dengan demikian, Islam adalah agama pertengahan (moderat) antara berlebihan dan kesembronoan. Artinya di dalam Islam tidak ada penyembahan dan pembunuhan terhadap nabi. Akan tetapi Islam berada di antara kedua sikap itu. Pendapat ini salah dilihat dari beberapa aspek.
Pertama, kata wasathan-yang diartikan pertengahan-adalah sifat bagi umat bukan bagi agama. Jika perbandingannya antara kaum Muslim dengan para pengikut nabi-nabi terdahulu, yang mereka itu sama-sama mengimani dan membenarkan para nabi itu, maka semuanya adalah kaum Mukmin, sehingga tidak ada pertengahan antara iman dengan iman. Dan jika perbandingannya adalah antara umat Islam dengan orang yang mengklaim pengikut Musa dan Isa ‘alaihimâs salâm setelah diutusnya Muhammad Saw, maka sesungguhnya mereka itu adalah kafir berdasarkan Ijma’. Kaum Yahudi dan Nasrani adalah kafir. Sehingga, bagaimana mungkin kaum Muslim sebagai pertengahan (wasathan) antara kekufuran dengan kekufuran? Kami berlindung kepada Allah dari kesesatan ini.
Kedua, Allah SWT telah menetapkan umat ini di dalam al-Qur’an sebagai umat terbaik. Allah SWT berfirman:
]كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ[
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia." (TQS. Ali Imran [3]: 110).Sementara itu, Rasulullah Saw menafsiri kata “wasathan” itu dengan ‘adâlan (keadilan). Imam at-Tirmidzi mengeluarkan hadits dari Abi Sa’id al-Khudri dari Nabi Saw terkait firman Allah:
]وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا[
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasathan." (TQS. Al-Baqarah [2]: 143). Beliau bersabda: “Umat yang ‘adlan (adil).”Terkait dengan hadits ini, Abu Isa berkata, bahwa hadits ini statusnya Hasan Shahih. Dengan demikian, makna kata wasathan adalah ‘adlan (adil), yakni akhyâran (yang terbaik).
Az-Zujaj berkata: “Wasathan, yakni ‘adlan. Sebagian lagi berkata “Akhyâran”, terbaik atau pilihan. Kedua lafadz ini berbeda, namun artinya sama. Sebab, adil itu baik, dan baik itu sendiri adalah adil.” Al-Baghawi berkata: “Wasathan, yakni ‘adlan wa khiyâran”, adil dan terbaik atau pilihan.” Sementara al-Qurthubi berkata: “Bukanlah termasuk makna al-wasath, yaitu berada pada sesuatu di antara dua sesuatu.”
Ketiga, Allah SWT menyebutkan dan menyifati umat ini dengan firman-Nya “wasathan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. Sementara kesaksian menuntut keadilan. Allah menginginkan kaum Muslim agar menjadi saksi atas (perbuatan) manusia pada hari kiamat, maka Allah menetapkan keadilannya dengan firman-Nya “wasathan”.
Keempat, “wasthun” dengan disukunkan sin-nya dan “wasathun” dengan difathahkan sin-nya digunakan untuk makna dzorfiyah (keterangan tempat), seperti sabda Rasulullah Saw:
«لَعَنَ اللهَ مَنْ جَلَسَ وَسَطَ الحَلَقَةِ»
“Allah melaknat orang yang duduk di tengah-tengah orang-orang yang duduk melingkar (halaqah).” (HR. Abu Dawud). Atau kamu berkata: “Saya duduk di tengah-tengah rumah (wasatha ad-dâr).”Kata “wasatha atau wastha” di sini di-nashab-kan, karena sebagai dzorfiyah (keterangan tempat) atau maf’ûl fîh. Terkadang kata “wasatha atau wastha” dekat dengan makna dzorfiyah (keterangan tempat), dan tidak diposisikan sebagai dzorf. Kata “wasatha atau wastha” di sini bermakna di antara dua sisi, seperti kamu berkata: “Saya memegang di antara kedua ujung tali (wasathal habli).” Posisi (i’rab) kata “wasatha atau wastha” di sini sebagai maf’ûl bih (obyek).
Yang ingin ditegaskan di sini adalah, bahwa kata “wasatha” di dalam ayat tersebut adalah sifat. Sehingga artinya bukan berada di antara dua sesuatu. Sedang mereka yang menafsiri kata “wasatha” dengan dzorfiyah (keterangan tempat), atau berada di antara dua sesuatu, maka tidak seperti yang mereka inginkan. Namun kata “wasatha” di dalam ayat yang mulia tersebut, adalah sebagai sifat, dan tidak bisa dibawa pada pengertian yang lain. Dalam hal ini benar Imam al-Qurthubi ketika beliau berkata: “Bukanlah termasuk makna al-wasath, yaitu berada pada sesuatu di antara dua sesuatu.”
Kelima, perkataan mereka bahwa kami berada di antara sikap berlebihan kaum Nasrani dan kesembronoan kaum Yahudi, yakni kami berada di antara dua sikap, yaitu menjadikan Isa sebagai Tuhan, dan membunuh para nabi. Perkataan ini salah. Sebab kami tidak berada di antara kedua sikap itu. Bahkan sama sekali bertentangan dengan keduanya. Kami tidak membunuh dan tidak menjadikan Muhammad Saw sebagai Tuhan. Lalu, bagaimana kami berada di antara keduanya. Jika kami berada di tengah, dalam arti berada di antara dua sikap, yaitu Yahudi tentang kesembronoannya, dan Nasrani tentang keberlebihannya. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Adapun argumentasi mereka bahwa kami berada di tengah-tengah antara sanksi Yahudi, yaitu mata dibalas dengan mata, dengan apa yang dikatakan dari kaum Nasrani bahwa apabila ditempeleng pipi kananmu, maka berikanlah pipi kirimu. Sementara di agama kami (Islam), sanksi beruapa mata dibalas dengan mata, serta qishos atas ar-Rabi’ yang mematahkan gigi seri budak perempuan merupakan kejadian yang terkenal. Begitu juga, Umar menjatuhkan sanksi kepada putra al-Akramin, putra Amr bin Ash, ketika Umar memvonis qishos, yaitu tempelengan dibalas dengan tempelengan. Lalu, di mana sikap pertengahan (moderat) di antara kedua pihak itu?!
Yang jelas, sikap pertengahan (moderat) merupakan kaidah berfikir Kapitalisme, dan sama sekali bukan dari Islam, sekalipun tidak sedikit orang yang berusaha menghubungkan sikap pertengahan (moderat) itu dengan Islam!
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 6/12/2010.
HAM: Alat Propaganda dan Penjajahan Barat
[Al Islam 535] SEPULUH Desember 2010 lalu, sebagaimana diketahui, untuk kesekian kalinya diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia. Di Tanah Air, Peringatan Hari HAM se-Dunia ditandai dengan sejumlah aksi oleh para pegiat HAM di beberapa daerah.
Yang menarik, terkait dengan HAM ini, seminggu sebelumnya, Human Rights Watch (HRW) dalam laporan yang berjudul, “Menegakkan Moralitas: Pelanggaran dan Penerapan Syariah di Aceh Indonesia,” menyebutkan bahwa dua aturan Perda Syariah mengenai larangan khalwat serta aturan mengenai busana Muslim pada pelaksanaanya telah melanggar HAM dan konstitusi Indonesia. Dalam konferensi pers pada Rabu (1/12/2010), HRW mendesak pemerintah lokal di Aceh dan pemerintah pusat Indonesia agar mencabut kedua aturan tersebut. Sejak masih dalam draft, perda yang sering disebut terinspirasi oleh syariah itu memang telah mendapat kecaman dari para aktivis liberal dan sekular dengan mengusung ide hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, kaum Muslim tentu perlu mencermati kembali hakikat dan upaya di balik propaganda HAM. Pasalnya, propaganda HAM, baik dalam lingkup lokal/nasional maupun internasional, pada faktanya sering merugikan Islam dan kaum Muslim.
HAM: Propaganda Menyesatkan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan kalangan sekular sesungguhnya bagian dari ide demokrasi yang dipropagandakan Barat sekaligus dijajakan di negeri-negeri Islam. Demokrasi sendiri didasarkan pada paham kebebasan. Ide HAM yang didasarkan pada liberalisme (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), misalnya, bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu; tetapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali. Atas dasar kebebasan juga, keyakinan dan praktik yang menyimpang dari Islam dibiarkan. Dengan alasan HAM, Ahmadiyah yang sesat karena menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru setelah Rasulullah Muhammad saw. atau Lia Eden yang mengaku Jibril dibela habis-habisan.
Di bidang sosial, dengan alasan kebebasan berperilaku sebagai ekpresi kebebasan individu, HAM melegalkan praktik yang menyimpang dari Islam seperti seks bebas, homoseksual, lesbian serta pornografi dan pornoaksi. Akibatnya, kemaksiatan pun meluas di tengah-tengah masyarakat. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan sebanyak 51 persen remaja di Jabodetabek tidak perawan lagi karena telah melakukan hubungan seks pranikah. Hal serupa juga terjadi di kota besar lainnya. Di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan sudah tidak perawan. Bersamaan dengan itu, jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS pun terus meningkat.
Di bidang politik ide HAM juga digunakan sebagai “political hammer (palu politik)” untuk menyerang perjuangan penegakan syariah Islam yang merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Tidak hanya itu, HAM juga mengancam stabilitas dan kesatuan politik negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Lepasnya Timor Timur tidak bisa dilepaskan dari propaganda hak menentukan nasib sendiri (the right of self determination). Ancaman disintegrasi dengan alasan yang sama juga bisa terjadi di Papua dan Aceh.
Di bidang ekonomi, liberalisasi ekonomi telah menjadi jalan perampokan terhadap kekayaan negeri-negeri Islam atas nama kebebasan pemilikan. Tambang minyak, emas, perak, batubara yang sebenarnya merupakan milik rakyat (al-milkiyah al-amah), dirampok atas nama kebebasan investasi dan perdagangan bebas.
Walhasil, propaganda HAM di negeri-negeri Muslim, termasuk di negeri ini, pada dasarnya menyesatkan, dan karenanya perlu diwaspadai oleh umat Islam.
HAM: Alat Penjajahan Barat
Selain menyesatkan, HAM sesungguhnya menjadi salah satu alat ampuh penjajahan Barat, khususnya Amerika Serikat, atas negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Keterlibatan AS baik secara langsung maupun melalui PBB dalam mengawal agenda HAM terlihat dari upayanya agar HAM dijadikan sebagai perjanjian yang bersifat universal-yaitu tak hanya diadopsi oleh negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu-setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasional akibat jatuhnya Uni Sovyet. Melalui Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM 1993, ditegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang.
AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya. Sebenarnya ini sudah terjadi sejak akhir dasawarsa 70-an di masa kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Sejak saat itu, Departemen Luar Negeri AS selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia dalam menerapkan HAM. Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana negara-negara itu memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM. Penilaian ini kemudian menjadi landasan bagi sikap yang akan diambil AS terhadap negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan prinsip-prinsip HAM. Terhadap Indonesia, misalnya, AS mengaitkan peristiwa Timor-Timur dengan bantuan militernya.
Itulah yang menjadikan kebijakan luar negeri AS yang bertumpu pada HAM bersifat diskriminatif. Dalam implementasinya, HAM sangat dipengaruhi oleh kepentingan pihak yang memiliki kekuatan. Dengan kata lain, penerapan HAM tidak terlepas dari kepentingan politis, ekonomis dan ideologis dari negara-negara yang punya kekuatan besar. Barat, khususnya AS, memanfaatkan isu HAM untuk menekan suatu negara demi kepentingannya sendiri. PBB dan badan internasional lainnya seperti IMF dan Bank Dunia acapkali dipakai AS untuk merealisasikan kepentingannya itu.
Sejak keberadaannya HAM justru digunakan sebagai alat penjajahan Barat terhadap Dunia Timur, khususnya negeri-negeri kaum Muslim. HAM yang muncul pada abad ke-21 adalah isu yang menggantikan kolonialisasi Barat terhadap negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Setelah cara penjajahan langsung tidak populer akibat meningkatnya kesadaran umat manusia, Barat menggunakan HAM untuk menjajah dalam bentuk lain. Amerika dan negara-negara kapitalis lainnya telah menjadikan HAM sebagai komoditi politik luar negerinya. Ini semua dilakukan Barat demi tuntutan kepentingannya untuk mendominasi berbagai bangsa di dunia.
Barat: Pelanggar HAM Nomor Satu
Meski gagasan dan propaganda HAM berasal dari Barat, khususnya AS, realitas sejarah justru menunjukkan bahwa Barat/AS adalah bangsa-bangsa kolonialis-imperialis yang sangat tidak menghormati dan menghargai HAM. Kenyataannya, penjajahan yang mereka lakukan telah mendatangkan bencana dan penderitaan yang sangat berat atas berbagai bangsa di dunia.
Faktanya, Amnesti Internasional (AI) menilai Amerika Serikat, misalnya, sebagai pelaku pelanggaran HAM terburuk selama 50 tahun terakhir, sejak negara adidaya itu mengeluarkan kebijakan perang terhadap terorisme dan invasinya ke Irak.
Dalam laporan tahun 2004-nya, lembaga HAM yang berbasis di London ini menyebutkan, apa yang dilakukan AS, menyerang negara lain dengan mengerahkan tentaranya, merupakan pelanggaran hak asasi, mengganggu rasa keadilan dan kebebasan dan membuat dunia menjadi tempat yang mengerikan. Invasi dan penguasaan wilayah Irak oleh otoritas yang dibentuk negara-negara koalisi, menyebabkan ribuan orang di Irak ditahan. Laporan itu juga menyebutkan, ratusan orang dari sekitar 40 negara, dipenjarakan AS tanpa proses hukum di Afganistan.
Amnesti Internasional juga memaparkan, pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan AS, antara lain, penahanan sekitar 6.000 anak-anak migran dengan tuduhan melakukan kenakalan remaja. Anak-anak ini ditahan sampai berbulan-bulan. Di samping itu, polisi dan penjaga penjara di AS, telah menyalahgunakan senjata dan menggunakan bahan kimia terhadap para tahanannya, yang menyebabkan kasus tewasnya sejumlah tahanan di penjara AS.
Yang paling hangat, Amnesti Internasional, mengkritik AS karena berupaya mendapatkan kekebalan hukum dari pengadilan internasional bagi tentaranya yang melakukan kejahatan perang.
Selain AS, Amnesti Internasional menilai Inggris juga telah melakukan pelanggaran HAM di Irak. Ketika AS dan Inggris terobsesi dengan adanya ancaman senjata pemusnah massal, mereka sendiri telah menjadi senjata pemusnah massal yang sesungguhnya.
Laporan lembaga hak asasi manusia Amnesti Internasional ini juga menyoroti masalah pendudukan Israel di Palestina. Lembaga ini bahkan menyebut Israel sebagai penjahat perang karena tindakan brutal yang dilakukannya (Eramuslim, 19/4/2009).
Baru-baru ini, situs WikiLeaks telah merilis lebih dari 400.000 dokumen-dokumen rahasia AS tentang perang Irak dari Januari 2004 sampai Desember 2009. Bocoran dokumen itu mengungkapkan rincian terjadinya perkosaan, penyiksaan, pembunuhan warga sipil yang dilakukan dari helikopter tempur dan insiden lainnya oleh pasukan koalisi dan pasukan Irak, yang bahkan dilakukan di bawah kontrol Obama pada tahun 2009. Dokumen itu juga mengungkapkan bagaimana tentara koalisi menutup mata atas laporan tentang penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan secara ekstrajudisial oleh pemerintah boneka Irak. Pemerintah AS belakangan mengakui kepada BBC bahwa dokumen yang diterbitkan Wikileaks itu adalah dokumen yang asli.
Hanya Islam yang Memuliakan Manusia
Nilai HAM yang nisbi, yang sarat dengan masuknya kepentingan semestinya menyadarkan kita untuk kembali ke nilai-nilai yang paripurna. Itulah nilai-nilai ilahiah. Itulah nilai-nilai Islam. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan kemuliaan manusia. Allah SWT berfirman:
Atas kemuliaan itulah Islam melindungi jiwa manusia dari ancaman sesamanya. Perlindungan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan dan memelihara eksistensi manusia. Karena itu, pembunuhan atas satu jiwa manusia pada hakikatnya sama seperti membunuh semua manusia. Balasan yang layak bagi orang yang membunuh adalah dibunuh pula Semua itu tertuang jelas di dalam al-Quran (lihat QS al-Maidah: 32, al-Baqarah 178-179).
Hak-hak lainya seperti hak memiliki dan mengusahakan harta (ekonomi), hak berpolitik, hak edukasi, dan hak primer yang lain dijamin pemenuhannya oleh Islam melalui tanggung jawab negara dalam merealisasikan kehidupan Islam.
Walhasil, semestinyalah kita kembali pada prinsip-prinsip yang bersumber dari sang Pencipta, Allah SWT. Dengan keyakinan yang penuh dan keikhlasan untuk taat terhadap risalah-Nya, penegakan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia hanya akan terwujud manakala Islam memegang tampuk kekuasaan, dan dunia berada dalam kendali kepemimpinannya. Itulah Khilafah Islamiyah. []
Komentar al-islam:
Kaum Atheis Indonesia Subur di Dunia Maya (Hidayatullah.com, 14/12/2010)
Itulah akibat negara mengadopsi HAM dan kebebasan produk Barat sekular.
Yang menarik, terkait dengan HAM ini, seminggu sebelumnya, Human Rights Watch (HRW) dalam laporan yang berjudul, “Menegakkan Moralitas: Pelanggaran dan Penerapan Syariah di Aceh Indonesia,” menyebutkan bahwa dua aturan Perda Syariah mengenai larangan khalwat serta aturan mengenai busana Muslim pada pelaksanaanya telah melanggar HAM dan konstitusi Indonesia. Dalam konferensi pers pada Rabu (1/12/2010), HRW mendesak pemerintah lokal di Aceh dan pemerintah pusat Indonesia agar mencabut kedua aturan tersebut. Sejak masih dalam draft, perda yang sering disebut terinspirasi oleh syariah itu memang telah mendapat kecaman dari para aktivis liberal dan sekular dengan mengusung ide hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, kaum Muslim tentu perlu mencermati kembali hakikat dan upaya di balik propaganda HAM. Pasalnya, propaganda HAM, baik dalam lingkup lokal/nasional maupun internasional, pada faktanya sering merugikan Islam dan kaum Muslim.
HAM: Propaganda Menyesatkan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan kalangan sekular sesungguhnya bagian dari ide demokrasi yang dipropagandakan Barat sekaligus dijajakan di negeri-negeri Islam. Demokrasi sendiri didasarkan pada paham kebebasan. Ide HAM yang didasarkan pada liberalisme (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), misalnya, bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu; tetapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali. Atas dasar kebebasan juga, keyakinan dan praktik yang menyimpang dari Islam dibiarkan. Dengan alasan HAM, Ahmadiyah yang sesat karena menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru setelah Rasulullah Muhammad saw. atau Lia Eden yang mengaku Jibril dibela habis-habisan.
Di bidang sosial, dengan alasan kebebasan berperilaku sebagai ekpresi kebebasan individu, HAM melegalkan praktik yang menyimpang dari Islam seperti seks bebas, homoseksual, lesbian serta pornografi dan pornoaksi. Akibatnya, kemaksiatan pun meluas di tengah-tengah masyarakat. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan sebanyak 51 persen remaja di Jabodetabek tidak perawan lagi karena telah melakukan hubungan seks pranikah. Hal serupa juga terjadi di kota besar lainnya. Di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan sudah tidak perawan. Bersamaan dengan itu, jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS pun terus meningkat.
Di bidang politik ide HAM juga digunakan sebagai “political hammer (palu politik)” untuk menyerang perjuangan penegakan syariah Islam yang merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Tidak hanya itu, HAM juga mengancam stabilitas dan kesatuan politik negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Lepasnya Timor Timur tidak bisa dilepaskan dari propaganda hak menentukan nasib sendiri (the right of self determination). Ancaman disintegrasi dengan alasan yang sama juga bisa terjadi di Papua dan Aceh.
Di bidang ekonomi, liberalisasi ekonomi telah menjadi jalan perampokan terhadap kekayaan negeri-negeri Islam atas nama kebebasan pemilikan. Tambang minyak, emas, perak, batubara yang sebenarnya merupakan milik rakyat (al-milkiyah al-amah), dirampok atas nama kebebasan investasi dan perdagangan bebas.
Walhasil, propaganda HAM di negeri-negeri Muslim, termasuk di negeri ini, pada dasarnya menyesatkan, dan karenanya perlu diwaspadai oleh umat Islam.
HAM: Alat Penjajahan Barat
Selain menyesatkan, HAM sesungguhnya menjadi salah satu alat ampuh penjajahan Barat, khususnya Amerika Serikat, atas negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Keterlibatan AS baik secara langsung maupun melalui PBB dalam mengawal agenda HAM terlihat dari upayanya agar HAM dijadikan sebagai perjanjian yang bersifat universal-yaitu tak hanya diadopsi oleh negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu-setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasional akibat jatuhnya Uni Sovyet. Melalui Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM 1993, ditegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang.
AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya. Sebenarnya ini sudah terjadi sejak akhir dasawarsa 70-an di masa kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Sejak saat itu, Departemen Luar Negeri AS selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia dalam menerapkan HAM. Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana negara-negara itu memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM. Penilaian ini kemudian menjadi landasan bagi sikap yang akan diambil AS terhadap negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan prinsip-prinsip HAM. Terhadap Indonesia, misalnya, AS mengaitkan peristiwa Timor-Timur dengan bantuan militernya.
Itulah yang menjadikan kebijakan luar negeri AS yang bertumpu pada HAM bersifat diskriminatif. Dalam implementasinya, HAM sangat dipengaruhi oleh kepentingan pihak yang memiliki kekuatan. Dengan kata lain, penerapan HAM tidak terlepas dari kepentingan politis, ekonomis dan ideologis dari negara-negara yang punya kekuatan besar. Barat, khususnya AS, memanfaatkan isu HAM untuk menekan suatu negara demi kepentingannya sendiri. PBB dan badan internasional lainnya seperti IMF dan Bank Dunia acapkali dipakai AS untuk merealisasikan kepentingannya itu.
Sejak keberadaannya HAM justru digunakan sebagai alat penjajahan Barat terhadap Dunia Timur, khususnya negeri-negeri kaum Muslim. HAM yang muncul pada abad ke-21 adalah isu yang menggantikan kolonialisasi Barat terhadap negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Setelah cara penjajahan langsung tidak populer akibat meningkatnya kesadaran umat manusia, Barat menggunakan HAM untuk menjajah dalam bentuk lain. Amerika dan negara-negara kapitalis lainnya telah menjadikan HAM sebagai komoditi politik luar negerinya. Ini semua dilakukan Barat demi tuntutan kepentingannya untuk mendominasi berbagai bangsa di dunia.
Barat: Pelanggar HAM Nomor Satu
Meski gagasan dan propaganda HAM berasal dari Barat, khususnya AS, realitas sejarah justru menunjukkan bahwa Barat/AS adalah bangsa-bangsa kolonialis-imperialis yang sangat tidak menghormati dan menghargai HAM. Kenyataannya, penjajahan yang mereka lakukan telah mendatangkan bencana dan penderitaan yang sangat berat atas berbagai bangsa di dunia.
Faktanya, Amnesti Internasional (AI) menilai Amerika Serikat, misalnya, sebagai pelaku pelanggaran HAM terburuk selama 50 tahun terakhir, sejak negara adidaya itu mengeluarkan kebijakan perang terhadap terorisme dan invasinya ke Irak.
Dalam laporan tahun 2004-nya, lembaga HAM yang berbasis di London ini menyebutkan, apa yang dilakukan AS, menyerang negara lain dengan mengerahkan tentaranya, merupakan pelanggaran hak asasi, mengganggu rasa keadilan dan kebebasan dan membuat dunia menjadi tempat yang mengerikan. Invasi dan penguasaan wilayah Irak oleh otoritas yang dibentuk negara-negara koalisi, menyebabkan ribuan orang di Irak ditahan. Laporan itu juga menyebutkan, ratusan orang dari sekitar 40 negara, dipenjarakan AS tanpa proses hukum di Afganistan.
Amnesti Internasional juga memaparkan, pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan AS, antara lain, penahanan sekitar 6.000 anak-anak migran dengan tuduhan melakukan kenakalan remaja. Anak-anak ini ditahan sampai berbulan-bulan. Di samping itu, polisi dan penjaga penjara di AS, telah menyalahgunakan senjata dan menggunakan bahan kimia terhadap para tahanannya, yang menyebabkan kasus tewasnya sejumlah tahanan di penjara AS.
Yang paling hangat, Amnesti Internasional, mengkritik AS karena berupaya mendapatkan kekebalan hukum dari pengadilan internasional bagi tentaranya yang melakukan kejahatan perang.
Selain AS, Amnesti Internasional menilai Inggris juga telah melakukan pelanggaran HAM di Irak. Ketika AS dan Inggris terobsesi dengan adanya ancaman senjata pemusnah massal, mereka sendiri telah menjadi senjata pemusnah massal yang sesungguhnya.
Laporan lembaga hak asasi manusia Amnesti Internasional ini juga menyoroti masalah pendudukan Israel di Palestina. Lembaga ini bahkan menyebut Israel sebagai penjahat perang karena tindakan brutal yang dilakukannya (Eramuslim, 19/4/2009).
Baru-baru ini, situs WikiLeaks telah merilis lebih dari 400.000 dokumen-dokumen rahasia AS tentang perang Irak dari Januari 2004 sampai Desember 2009. Bocoran dokumen itu mengungkapkan rincian terjadinya perkosaan, penyiksaan, pembunuhan warga sipil yang dilakukan dari helikopter tempur dan insiden lainnya oleh pasukan koalisi dan pasukan Irak, yang bahkan dilakukan di bawah kontrol Obama pada tahun 2009. Dokumen itu juga mengungkapkan bagaimana tentara koalisi menutup mata atas laporan tentang penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan secara ekstrajudisial oleh pemerintah boneka Irak. Pemerintah AS belakangan mengakui kepada BBC bahwa dokumen yang diterbitkan Wikileaks itu adalah dokumen yang asli.
Hanya Islam yang Memuliakan Manusia
Nilai HAM yang nisbi, yang sarat dengan masuknya kepentingan semestinya menyadarkan kita untuk kembali ke nilai-nilai yang paripurna. Itulah nilai-nilai ilahiah. Itulah nilai-nilai Islam. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan kemuliaan manusia. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
Sesungguhnya Kami telah memuliakan keturunan Adam (QS al-Isra’ [17]: 70).Atas kemuliaan itulah Islam melindungi jiwa manusia dari ancaman sesamanya. Perlindungan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan dan memelihara eksistensi manusia. Karena itu, pembunuhan atas satu jiwa manusia pada hakikatnya sama seperti membunuh semua manusia. Balasan yang layak bagi orang yang membunuh adalah dibunuh pula Semua itu tertuang jelas di dalam al-Quran (lihat QS al-Maidah: 32, al-Baqarah 178-179).
Hak-hak lainya seperti hak memiliki dan mengusahakan harta (ekonomi), hak berpolitik, hak edukasi, dan hak primer yang lain dijamin pemenuhannya oleh Islam melalui tanggung jawab negara dalam merealisasikan kehidupan Islam.
Walhasil, semestinyalah kita kembali pada prinsip-prinsip yang bersumber dari sang Pencipta, Allah SWT. Dengan keyakinan yang penuh dan keikhlasan untuk taat terhadap risalah-Nya, penegakan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia hanya akan terwujud manakala Islam memegang tampuk kekuasaan, dan dunia berada dalam kendali kepemimpinannya. Itulah Khilafah Islamiyah. []
Komentar al-islam:
Kaum Atheis Indonesia Subur di Dunia Maya (Hidayatullah.com, 14/12/2010)
Itulah akibat negara mengadopsi HAM dan kebebasan produk Barat sekular.
Langganan:
Postingan (Atom)