Assalamu Alaikum Wr.Wb. SELAMAT DATANG KEPADA SELURUH PEJUANG SYARI'AH & KHILAFAH ........

Senin, 15 November 2010

Mempersiapkan Suasana Nushrah

Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy[1]
Ada sebuah pertanyaan penting yang sering dilontarkan para pengemban dakwah  Islam, yaitu; kapan Hizb dan dakwah ini berhasil mencapai tujuannya; dan kapan umat berhasil meraih kekuasaan dan menegakkan Khilafah Islamiyyah melalui aktivitas thalabun nushrah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, para pengemban dakwah harus memahami secara seksama pra kondisi thalabun nushrah, realitas umat Islam, kesiapan umat untuk menerima nushrah, serta apakah nushrah tersebut memiliki kapasitas untuk mendorong terjadinya penyerahan kekuasaan?
Dalam konteks thalabun nushrah, ada beberapa perkara penting yang harus dimengerti para pengemban dakwah Islam, yaitu:
  1. Pengertian thalabun nushrah secara bahasa maupun istilah.
  2. Bagaimana suasana thalabun nushrah di Madinah al-Munawarah dipersiapkan, dan bagaimana suasana itu dipersiapkan pada masa sekarang.
  3. Realitas umat sekarang, dari sisi apakah mereka telah memiliki kesiapan untuk menerima perkara yang besar ini, ataukah belum.
  4. Bagaimana cara menyempurnakan thalabun nushrah hingga memiliki kapasitas untuk mendorong terjadinya penyerahan kekuasaan?
Pengertian Thalabun Nushrah
An-Nushrah dan al-munâsharah memiliki makna i’ânah ‘alâ al-amr (menolong atas suatu perkara).  Orang Arab menyatakan, “nasharahu ‘alâ ‘adwihi wa yanshuruhu nashran (menolong seseorang atas musuhnya, dan ia sedang memberikan sebuah pertolongan).  Di dalam hadits shahih, Nabi saw bersabda, “Unshur akhâka zhâliman au mazhlûman”. Makna sabda Nabi saw ini adalah, menolong orang tersebut dari orang yang menzaliminya.  Kata bendanya adalah an-nushrah. [Ibnu Mandzur, hal.210]
Sedangkan menurut istilah, thalabun nushrah adalah aktivitas meminta pertolongan (nushrah) yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan (amîr) kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk tujuan penyerahan kekuasaan dan penegakkan Daulah Islamiyyah, atau untuk tujuan-tujuan lain yang berhubungan dengan dukungan terhadap dakwah, misalnya: (1) untuk melindungi para pengemban dakwah di negeri-negeri Islam, agar mereka mampu menyampaikan maksud dan tujuan dakwah mereka di tengah-tengah masyarakat, (2) untuk menyingkirkan berbagai macam keburukan, baik yang akan menimpa maupun yang telah menimpa pengemban dakwah.  Misalnya, meminta pertolongan dari tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh pada kekuasaan agar penguasa tidak memasukkan pengemban dakwah ke dalam penjara, atau berdiri di sampingnya ketika pengemban dakwah harus menghadapi persidangan, dan lain sebagainya; (3) untuk mempopulerkan dan menunjukkan kekuatan Hizbut Tahrir kepada masyarakat dengan cara memberdayakan orang-orang yang memiliki kekuataan dan pengaruh, setelah mereka masuk Islam dan qana’ah terhadap pemikiran-pemikiran dan tujuan-tujuan dakwah Hizbut Tahrir.
Adapun thalabun nushrah yang ditujukan untuk aktivitas istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan) dan penegakkan Daulah Khilafah Islamiyyah, maka ia membutuhkan kondisi-kondisi dan syarat-syarat yang berbeda dengan semua bentuk thalabun nushrah yang telah dijelaskan di atas.  Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
  1. Terbentuknya opini umum (ra’yu al-’âm) tentang Islam dan Hizb yang bersumber dari kesadaran umum (wa’yu al-’âm) di suatu negeri Islam.
  2. Terpenuhinya syarat-syarat khusus di suatu negeri yang hendak dimintai nushrah.  Syarat-syarat yang dimaksud adalah: negeri tersebut memiliki kemampuan untuk melindungi eksistensi dan keberlangsungan Daulah Islamiyyah. Negeri tersebut harus mampu memberikan proteksi mandiri terhadap Daulah Islamiyyah dan tidak di bawah proteksi negara lain, atau dikuasai secara langsung oleh negara lain.
  3. Keikhlasan ahlul quwwah dalam menolong dakwah, penerimaan mereka yang sempurna terhadap Islam dan Daulah Islamiyyah, serta tidak adanya keraguan dan kekhawatiran pada diri mereka terhadap kekuatan lain atau negara lain, atau terhadap kelompok-kelompok Islam lain maupun kelompok non Islam yang memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan Islam.
Thalabun nushrah min ajli istilâm al-hukmi (thalabun nushrah untuk meraih kekuasaan) adalah hukum syariat yang berhubungan erat dengan metode meraih kekuasaan.  Penyerahan kekuasaan tidak akan terjadi tanpa adanya aktivitas thalabun nushrah serta terpenuhinya syarat-syarat di atas; sama saja apakah kekuasaan tersebut diserahkan oleh atau diminta dari ahlul quwwah.
Bagaimana Suasana Nushrah Dipersiapkan di Madinah, dan Bagaimana Suasana itu Dipersiapkan Pada Saat Sekarang?
Siapa saja yang mengkaji sirah Nabi saw akan menyaksikan bahwa Nabi saw melakukan beberapa aktivitas penting dan berkesinambungan sebelum mempersiapkan suasana nushrah dan penyerahan kekuasaan di Madinah.  Langkah pertama yang beliau lakukan adalah mengontak delegasi suku Khazraj yang berkunjung ke Mekah dan meminta mereka masuk ke dalam Islam.  Setelah masuk Islam, Nabi saw memerintahkan mereka kembali ke Madinah untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Setibanya di kota Madinah, mereka menampakkan keislaman mereka dan mengajak kaumnya masuk ke dalam Islam.  Jumlah kaum Muslim terus bertambah.  Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah saw.  Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang.  Nabi saw menerima mereka dan mengutus Mush’ab bin ‘Umair ra. untuk menjadi pengajar mereka di Madinah.  Akhirnya, melalui tangan Mush’ab bin ‘Umair ra, pembesar-pembesar Auz dan Khazraj masuk ke dalam agama Islam dan menunjukkan dukungan dan loyalitas yang amat kuat terhadap Islam. Setelah melihat kesiapan masyarakat Madinah, yang tampak pada masuk Islamnya pembesar-pembesar Auz dan Khazraj serta terbentuknya opini umum tentang Islam yang lahir dari kesadaran umum pada penduduk Madinah, Nabi saw meminta mereka untuk menemui Beliau saw pada musim haji.
Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa realitas Madinah sebelum terjadinya bai’at ‘Aqabah II -bai’at yang menandai terjadinya penyerahan kekuasaan di  Madinah- adalah realitas yang dipersiapkan untuk pembentukan opini umum membela Islam dengan kekuatan.  Artinya, Madinah dipersiapkan sedemikian rupa hingga Islam diterima oleh mayoritas penduduk Madinah dan menjadi opini umum yang mampu mendominasi penganut-penganut agama lain di Madinah.  Tidak hanya itu saja, opini umum tersebut juga ditujukan agar masyarakat Madinah siap membela kepemimpinan baru -yakni kepemimpinan Rasulullah saw.  Artinya, opini umum di sana dipersiapkan begitu rupa hingga masyarakat Madinah siap menerima kepemimpinan gerakan Nabi saw.   Opini umum untuk membela Islam tersebut lahir dari kesadaran umum mayoritas masyarakat Madinah dan pembesar-pembesarnya atas hakekat Islam dan atas Rasulullah saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan pemimpin takattul shahabat. Ringkasnya, opini umum yang terbentuk di Madinah adalah opini umum yang lahir dari kesadaran umum masyarakat Madinah terhadap Islam dan kesadaran mereka untuk membela Rasulullah saw.
Rasulullah saw belum bersedia menerima nushrah li istilâm al-hukm, kecuali setelah kondisi-kondisi di atas terwujud dan yakin dengan kesiapan penduduk Madinah.  Setelah yakin terhadap kesiapan penduduk Madinah untuk menerima dan membela kekuasaan Islam, Rasulullah saw meminta wakil penduduk Madinah dengan disertai Mush’ab bin ‘Umair menemui beliau saw di bukit ‘Aqabah. Tujuan pertemuan itu adalah meminta nushrah dari penduduk Madinah agar menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada Rasulullah saw dan meminta kesediaan mereka untuk membela Rasulullah saw dengan harta, anak-anak, isteri, dan nyawa mereka.  Aktivitas thalabun nushrah di bukit ‘Aqabah -sebagai langkah muqaddimah istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan)- menjadi sempurna setelah Nabi saw tiba di Madinah dan menegakkan Daulah Islamiyyah di sana.
Terbentuknya opini umum yang lahir dari kesadaran umum merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu negeri yang hendak ditegakkan thalabun nushrah li istilâm al-hukm.  Hanya saja, negeri tersebut juga harus memiliki kemampuan untuk melindungi eksistensi dan kelangsungan Daulah Islamiyyah secara mandiri, dan tidak dibawah kendali atau dominasi negara lain.  Opini umum untuk membela Islam, Hizb dan pengikutnya harus lahir dari kesadaran umum untuk membela Islam dan Hizb.  Jika kondisi ini tidak terpenuhi, maka di negeri tersebut tidak mungkin ditegakkan aktivitas thalabun nushrah li istilâm al-hukm, baik secara syar’iy maupun ‘aqliy. Jikalau dipaksakan untuk dilakukan aktivitas nushrah di negeri tersebut, maka selain melanggar ketentuan syariat dalam hal thalabun nushrah, aktivitas tersebut juga akan berujung kepada kegagalan dan kehancuran.
Yang dimaksud dengan opini umum pada konteks sekarang adalah, adanya keinginan untuk diatur dan diperintah oleh kekuasaan Islam pada mayoritas kaum Muslim yang ada di sebuah negeri yang layak dilakukan thalabun nushrah.   Keinginan tersebut juga harus muncul pada diri ahlu al-quwwah -panglima perang, pemimpin kabilah, dan lain sebagainya-, dan tidak cukup hanya muncul pada mayoritas kaum Muslim belaka.
Adapun yang dimaksud dengan kesadaran umum (wa’y al-’âm) adalah kesadaran umum terhadap beberapa hal; (1) tentang Islam, terutama pemikiran tentang Khilafah dan kekuasaan; (2) permusuhan dan upaya-upaya penyesatan yang dilakukan kaum kafir untuk menghalang-halangi tegaknya Khilafah, (3) umat tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari problematikanya, kecuali jika mereka mampu membebaskan dirinya dari pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum kufur, dan (4) kesadaran terhadap tipu daya dan permainan politik kaum kafir untuk memalingkan umat dari jalan yang benar.  Yang dimaksud dengan kesadaran umum di sini bukanlah kesadaran terhadap persoalan-persoalan tertentu, semacam ‘aqidah dan syariah secara rinci dan mendalam.  Pasalnya, kesadaran seperti ini tidak mungkin diwujudkan kecuali di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah.
Di samping kesadaran umum terhadap perkara-perkara di atas, di tengah-tengah umat juga harus tumbuh kesadaran tentang Hizbut Tahrir dan keikhlasannya dalam membebaskan umat dari dominasi sistem kufur, dan kesiapannya untuk  menyongsong perkara yang amat besar ini.
Realitas Umat Islam; Mereka Siap Menerima Perkara Besar Ini Atau Belum Siap
Keadaan umum umat Islam sekarang menunjukkan bahwa mereka berhasil menyiapkan atmosfer nushrah dan istilâm al-hukm.   Hal ini bisa dilihat dari realitas berikut ini:
1. Opini umum untuk membela Islam.
Di banyak negara, opini umum untuk membela Islam, dan keinginan untuk  hidup di bawah naungan Daulah Islamiyyah telah terbentuk secara masif pada mayoritas penduduknya. Keadaan seperti ini bisa dijumpai di Aljazair, Turki, Sudan, Mesir, Yordan, Pakistan.  Masifnya opini umum di negeri-negeri ini bisa dilihat dari hasil pemilihan umum serta masirah-masirah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam yang secara terbuka menyerukan syi’ar-syi’ar Islam.
2. Terjadinya proses pembentukan opini umum untuk membela Hizb di beberapa negeri Islam.
Pembentukan opini umum untuk membela Hizb, dari sisi penerimaan umat terhadap pemikiran-pemikiran penting Hizb, seperti pemikiran Khilafah Islamiyyah, dan pandangan-pandangan politiknya, telah berhasil cukup baik.  Di beberapa negara, seperti Indonesia, Turki, Sudan, dan Pakistan, Hizb telah berhasil menghimpun umat, sehingga mereka rela membantu dan membela Hizb dalam melawan sepak terjang kaum kafir.
Sayangnya, opini umum untuk membela Hizb masih harus menghadapi sejumlah halangan, sehingga tidak memungkinkan bagi Hizb untuk memimpin umat dan meraih kekuasaan dari mereka.   Faktor-faktor penghalangnya adalah sebagai berikut; (1) pendustaan opini yang dilakukan oleh para penguasa terhadap Hizb, semacam dikembangkannya opini bahwa Hizb adalah gerakan teroris, menyimpang, sesat, dan lain sebagainya. (2) penyesatan opini yang dilakukan oleh ulama-ulama yang menjadi kaki tangan penguasa fasik dan zalim untuk menyerang Hizb, keikhlasannya serta pandangan-pandangannya. Misalnya, mereka mengembangkan pemikiran bolehnya banyak pemimpin di negeri-negeri Islam, utopisnya Khilafah, keharusan menerima demokrasi, dan lain sebagainya, (3) adanya partai, ormas, dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki hubungan dengan penguasa maupun negara-negara imperialis yang terus menikam Hizb dan keikhlasannya.
Tetapi, upaya pendustaan dan penyesatan opini, maupun tikaman-tikaman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok lain, sedikit demi sedikit mulai tersingkap.  Akibatnya, umat semakin yakin akan kepemimpinan dan keikhlasahan Hizb dalam memperjuangkan hak-hak umat.  Opini umum untuk membela Islam, Hizb dan aktivisnya semakin hari semakin menguat, dan tumbuh pesat hampir di seluruh negeri-negeri Islam.
Taktik Menyempurnakan Aktivitas Nushrah Pada Era Sekarang
Aktivitas thalabun nushrah untuk meraih kekuasaan umat hanya bisa sempurna ketika opini umum yang lahir dari kesadaran umum untuk membela Islam dan Hizb telah lahir di tengah-tengah umat secara sempurna pada sebuah negeri yang hendak ditegakkan Daulah Islamiyyah di dalamnya.   Namun, musuh-musuh dakwah, terutama kaum kafir imperialis dan para penguasa antek berusaha menghalang-halangi terwujudnya opini umum tersebut dengan cara menyerang pandangan-pandangan Hizb, keikhlasannya, serta metode perubahan yang ditempuh oleh Hizb.  Ini ditujukan agar opini umum tentang Islam dan Hizb yang lahir dari kesadaran untuk membela Islam dan Hizb tidak tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
Atas dasar itu, tugas utama dari Hizb adalah menjaga konsistensi dirinya untuk berpegang teguh di atas pemikiran dan pandangannya yang shahih, serta menjaga keikhlasan perjuangannya dari semua bentuk tipu daya dunia.   Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa tugas utama Hizb pada masa sekarang, sebagai langkah konkret untuk menyiapkan suasana nushrah adalah berpeguh teguh kepada mabda’ Islam tanpa pernah bergeser seujung rambut pun, dan menjaga keikhlasan perjuangannya dari seluruh bentuk penyimpangan dan tendensi-tendensi dunia.
Adapun aktivitas yang harus dilakukan oleh Hizb untuk mewujudkan perkara-perkara di atas adalah sebagai berikut:
Pertama, memelihara keikhlasan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT dengan cara memupuk ketaatan dan mendekatkan diri kepadaNya pada seluruh aspeknya.  Pasalnya, Allah tidak akan menyerahkan amanah agama ini kecuali kepada orang-orang yang bertaqwa, ikhlash, dan dekat denganNya. (lihat QS an-Nur [24]:55)
Kedua, sabar untuk selalu berkorban dan melaksanakan tugas-tugas dakwah dengan sungguh-sungguh.   Kaum kafir imperialis berusaha untuk menghancurkan kekuatan Hizb melalui kaki tangan mereka dari kalangan penguasa-penguasa Muslim.  Untuk itu, pada saat Hizb berhasil merengkuh dukungan umat secara massif melawan sistem kufur dan penjaganya, seperti yang terjadi di Uzbekistan, para penguasa segera mendeklarasikan perang melawan aktivis dan pendukung Hizb. Dalam kondisi semacam ini, aktivis-aktivis Hizb tidak boleh surut ke belakang, atau mengendorkan perjuangannya.  Sebaliknya, mereka harus mencurahkan segenap tenaga dan pengorbanannya untuk berpegang teguh kepada perjuangan Hizb yang lurus dan suci.
Ketiga, meningkatkan tenaga dan aktivitas yang ditujukan untuk “membentengi” umat.  Pasalnya, musuh-musuh Islam berusaha terus menerus untuk meletakkan di hadapan umat berbagai macam pendustaan, penyesatan, dan makar terhadap Hizb, pemikiran, dan pandangan-pandangannya.   Upaya itu dilakukan untuk menjauhkan umat dari Hizb dan aktivisnya.  Oleh karena itu, aktivis Hizb harus meningkatkan tenaga dan aktivitas yang ditujukan untuk membentengi dari semua bentuk penyesatan, pendustaan, dan makar terhadap Hizb dan aktivisnya; sekaligus untuk menghancurkan dinding penyesatan yang diletakkan di hadapan umat. (lihat QS at-Taubah [9]: 105).
Keempat, para aktivis Hizb harus menonjolkan karakter dirinya sebagai seorang Mukmin yang selalu ikhlash dalam beramal dan senantiasa mengikatkan diri dengan hukum syariat, serta tekun dalam ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.  Seorang pengemban dakwah harus rajin membaca al-Quran dan mengajak masyarakat untuk membaca al-Quran, hadir dalam sholat berjama’ah di masjid, mendirikan sholat malam, berinfaq, dan lain sebagainya.
Aktivitas-aktivitas inilah yang akan mendekatkan Hizb dan aktivisnya kepada nushrah Allah (pertolongan Allah) pada periode tafâ’ul ma’a al-ummahWalLâhu al-musta’ân wa huwa waliyu at-tawfîq.

[1] Disarikan dari tulisan Abu al-Mu’tashim, Tahayya`u al-Ajwâ` li Thalab an-Nushrah, Majalah al-Wa’i (berbahasa arab) ed. 282-283, Beirut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pejuang Syari'ah & Khilafah